spot_imgspot_img

SUARA BURUH BERGEMURUH HENTIKAN PHK

Catatan untuk Perusahan, Disnaker & Pengadilan Hubungan Industrial

Oleh: Yanto Yunus, SH (Ketua Serikat Pekerja Nasional Kota Ternate/Aktivis Buruh Jalanan)

Masa depan nasib buruh untuk mendapatkan kepastian kehidupan hidup layak dan kesejahteraan hanya sekedar menjadi konsenus yang tertuang dalam Perjanjian kerja. Intensitas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada buruh yang terus dilakukan menjadi cacatan untuk Perusahaan, Disnaker dan Pengadilan Hubungan Industrial dalam melindungi, menjaga, dan memberikan kepastian atas kehidupan hidup layak menjadi tanda tanya.
Dalam melihat kondisi ini, penulis mencoba menelaah problem of soving sebagai diskursus dalam memberikan catatan untuk Perusahaan, Disnaker dan Pengadilan Hubungan Industrial sebagai berikut.

Pertama : Lemahnya peran Perusahaan dan Disnaker dalam meminimalisir terjadinya PHK.

Hubungan Kerja yang terjadi antara Buruh dengan Perusahaan baik yang dilakukan secara tertulis atau pun lisan dengan status (PKWT / PKWTT) ternyata tidak selamanya berjalan dengan baik, PHK kerap dialami oleh buruh, Pemenuhan atas Hak-hak buruh hanya sekedar menjadi catatan konsensus yang termuat di atas kertas yang berbentuk Overeenkomst/Perjanjian semata, atau dalam teori disebut Das Sollen & Das Sein, apa yang tertulis dalam Perjanjian kerja atau pun Undang-Undang Ketenagakerjaan belum tentu praktiknya sesuai dengan in the letter.
Perusahaan selalu memiliki perasaan sinisme terhadap buruh karena menganggap kedudukan perusahaan lebih tinggi dari buruh, itu sebabnya kerap diskriminasi hak yang berujung pada paradoks argumentasi yang berakibat PHK menjadi problem yang tak terhindarkan. Padahal Kelahiran UU No 25 Tahun 1997 Tentang buruh yang memberikan posisi Perusahaan lebih tinggi dari buruh sehingga digantikan dengan UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjadikan bergaining posision antara buruh dan Perusahaan menjadi posisi yang seimbang. Hak buruh menjadi Kewajiban perusahaan, dan Hak perusahaan menjadi Kewajiban buruh. Hak buruh mendapatkan upah yang sesuai UMK, Jaminan Kesehatan dan keselamatan kerja, Pesangon, dll akan berbalik menjadi Kewajiban Perusahaan memberikan Upah sesuai UMK, Jaminan Kesehatan dan keselamatan kerja, Pesangon, dll. sementara hak Perusahan mendapatkan pelayanan yang baik dari buruh akan berbalik menjadi Kewajiban buruh untuk melakukan pelayanan yang profesional atas pekerjaan. Dalam posisi ini, seharusnya antara buruh dan Perusahaan menjadi hubungan yang harmonis atau simbiosis mutualisme hubungan yang saling menguntungkan, bukan menjadi antagonis dan arogansi yang tentunya berimbas pada proyeksi masa depan buruh di dalam Perusahaan yang terbilang singkat alias di PHK.
padahal, dedikasi yang dilakukan oleh Buruh dengan mengedepankan sikap astetik dan profesionalitas untuk kemajuan dalam memperoleh income Perusahaan tidak pernah dinilai. Ketika melakukan mediasi Bipartit antara buruh dengan Perusahaan gagal, buruh bersuara tentang hak dan menuntut pembayaran hak, justru hadiahnya adalah PHK, dan Perusahaan pun berlindung kepada Pemerintah Cq Dinas Ketenagakerjaan. Disnaker seharusnya menjadi lembaga Pemerintah yang netral dalam menyelesaikan perselisihan antara Buruh dengan Perusahaan justru berbalik menyerang buruh dan selalu melemahkan posisi buruh ketika mediasi Tripartit dilakukan dengan mencari dalil pembenar bahwa buruh selalu salah. hal itu dibuktikan dengan Gagalnya Peran Mediator pada Dinas Ketenagakerjaan dalam mendamaikan kedua bela pihak melalui mediasi Tripartit. Kegagalan mediator dalam mendamaikan para pihak dikarenakan keberpihakkan Mediator kepada Perusahaan yang berujung pada hak buruh yang terabaikan. Mediator dengan sengaja memberikan sandaran argumentasi yang tidak berdasar pada forum mediasi agar buruh merasa dilematis dan memilih pasrah untuk harus menerima hak-hak yang tidak sesuai. Namun terkadang, banyak diantara buruh yang tidak menerima dan memilih melanjutkan penuntutan hak melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Maka dari itu, seharusnya Mediator mampu memberikan keseimbangan dengan tidak berpihak kepada salah satu pihak, agar proses mediasi bisa berhasil dan Buruh bisa kembali bekerja. Termasuk pula lemahnyan peran pegawai pengawas pada Disnaker Provinsi Maluku Utara dalam melakukan pengawasan kepada perusahaan sehingga tidak mampu memproteksi pelanggaran hak dalam perusahaan sejak dini, sehingga berpotensi PHK terus dilakukan.

Kedua: Peran Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dalam memberikan kepastian atas Hak Buruh secara utuh masih menjadi misteri.

Bahwa maraknya perkara Gugatan atas pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh Buruh di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Ternate adalah hasil dari kegagalan Perusahaan dan Mediator pada Dinas ketenagakerjaan yang tidak mampu untuk meminimalisir agar tidak terjadinya PHK.

Sekalipun Pengadilan adalah harapan terakhir buruh untuk mendapatkan kepastian atas Hak, namun praktiknya, banyak Putusan yang dilahirkan dari Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan Negeri Ternate tidak mampu memberikan rasa keadilan bagi buruh. Keterwakilan Hakim Ad Hock dari rekomendasi buruh sebagai manifestasi dan delegasi kepentingan buruh di Pengadilan pun tidak menjamin terpenuhinya hak buruh.
PHK yang dimungkinkan akan terus terjadi, diharapkan lembaga peradilan mampu memberikan kepastian akan hak bagi pencari keadilan wabil-khusus kepada buruh.

Maka dari itu, menurut penulis, seharusnya semua pihak, baik Perusahaan maupun Pemerintah Cq Disnaker mampu mencegah setidak-tidaknya PHK tidak harus terjadi. Kebebasan buruh untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja harus dimaknai sebagai hak buruh yang dijamin dalam Undang-Undang, agar mampu mengoptimalkan forum Bipartit antara serikat buruh dengan Perusahaan untuk mencegah agar tidak terjadi PHK. Namun, jika PHK terus dilakukan maka buruh melalui serikat Pekerja Nasional akan terus bergemuruh untuk menyuarakan agar PHK dihentikan.

spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img

ASPIRASI NEWS

ADVERTORIAL

ASPIRASI SOFIFI

ASPIRASI TERNATE

ADVERTORIAL