Reporter: Maulud Rasai
MOROTAI,AM.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pulau Morotai siap merekomendasi kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) anggaran Covid-19 di Kabupaten Pulau Morotai ke Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu dilakukan karena terdapat dugaan pelanggaran penggunaan anggaran yang telah direalisasi oleh Pemda Pulau Morotai senilai Rp. 5,7 miliyar, yang diduga tidak berbanding lurus dengan anggaran yang diterima oleh Tenaga Kasehatan (Nakes) khusus bagian vaksinasi.
“Fraksi Gerindra tegaskan akan merekomendasikan masalah anggaran Covid-19 yang sudah dicairkan 5,7 miliyar dari total 8,7 miliyar,” tegas Ruslan Ahmad, anggota Komisi III DPRD Morotai Fraksi GAN ketika hearing bersama dengan sejumlah Kepala Dinas, tenaga vaksinator dan mahasiswa anti korupsi di aula Gedung DPRD Morotai, Jumat (17/06/2022).
Menurutnya, Kasus dugaan Tipikor anggaran Covid-19 itu harus digeser ke Mabes Polri dan KPK agar bisa dibuktikan kejelasan realisasi anggarannya. Sebab, kata Dia, Dinas Keuangan maupun Dinas Kesehatan Morotai terkesan blak blakan saat menjelaskan anggaran dimaksud.
“Rekomendasi ke KPK dan mabes polri buat seluruh dana Covid yang ada di Morotai, kadinkes kenapa tidak tahu proses pencairan, kok bisa terjadi, uang puluhan miliyar kok kadis kesehatan tidak tahu, ini gila sebenarnya, karena usulan itu dari Dinkes yang realisasi 5,7 miliar,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Ruslan juga terpaks mengeluarkan nada keras mengecam tindakan Pemda Morotai yang dianggap tidak manusiawi karena menghargai tenaga vaksinator dengan harga 300 ribu.
“Nakes digaji hanya terima 300 ribu, dana insentif tidak ada kejelasan padahal ada ratusan miliyar dana Covid di Morotai, jawaban nggak ada duit ini jawaban model apa, dalam waktu dekat segera dibayar saya tegaskan, secara defakto ini perbuatan yang tidak terpuji, perbuatan yang tidak berperikemanusiaan, mereka berhujan hujan mereka putra putri terbaik tapi dihargai seperti itu,” kecamnya.
Marjan Kotta, salah satu tim vaksinator Covid-19 Morotai, dalam hearing tersebut mempertanyakan soal pertanggungjawaban anggaran yang dilakukan oleh Pemda Morotai. Pasalnya, data yang dikantongi dengan fakta yang didapatkan dilapangan tidak sesuai dengan kenyataannya. Misalnya terkait dengan pembayaran insentif tenaga vaksinator dengan laporan pertanggungjawaban.
“Sementara torang terima tapi 300 ribu dengan realisasi dilapangan berbeda jauh, dilaporkan realisasi untuk vaksinator 8,7 makanya teman teman menyampaikan ini ke DPRD,” bebernya.
Sementara Julfikar Sibua juga melihat terdapat keganjalan antara peraturan pemerintah dengan realisasi di lapangan. Sebab, berdasarkan aturan, pemerintah daerah berkewajiban menganggarkan dana 8,22 persen dari APBD untuk dana Covid-19. Sementara pembayaran insentif TNI Polri harus menggunakan dana APBN bukan APBD.
Selain itu, Pemda Morotai juga harus melaksanakan kebijakan harus berdasarkan peraturan yang lebih tinggi sehingga bisa bersesuaian dengan di daerah.
Terpisah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pulau Morotai, Suriani Antarani, dalam hearing tersebut mengaku bahwa pihaknya tidak sumber data laporan pertanggungjawaban seperti yang dipertanyakan tim Vaksinator.
“Pada komitmen awal saya bahwa saya minta sumber data yang tadi 8 Miliyar dan sumber data itu dari mana kalau memang bilang dari keuangan saya minta yang memberikan data itu siapa supaya saya sebagai kadis keuangan bisa menjelaskan itu. Saat ini juga sumber data kami dari keuangan tidak tahu jadi kami sepakat dengan pak ketua untuk di bentuk tim investigasi supaya sumber data ini dari siapa itu yang lebih bagus,” ungkapnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Morotai, dr. Julius Giscar Kroons, dalam hearing tersebut mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh salah satu tim Vaksinator (Marjan Kotta,red) itu merupakan suka duka pelaksanaan vaksinasi.
“Jadi memang yang tadi disampaikan oleh saudara Ojan itu memang suka duka Torang pelaksanaan vaksinasi itu yang Torang rasakan bersama tenaga kesehatan, dan saya juga 10 hari saya di Lou madoro sana, di pulau Rao. Kadis kesehatan turun langsung bavaksin, Tara mandi 5 hari,” katanya.
“Jadi satu-satunya puskesmas yang tidak turun sampai ke itu ya Daruba, jadi dinas kesehatan, jadi di awal-awal kepana sampai jadi perbedaan besarn pembayaran insentif untuk Puskesmas Daruba, itu nanti teknisnya di pak Ben yang jelaskan cuma yang saya tahu ya, yang saya tau itu bahwa puskesmas Daruba starnya terlambat, karena waktu itu yang lakukan vaksinasi di awal-awal itu dinas kesehatan, tim vaksin dari dinas kesehatan bukan puskesmas Daruba. Jadi itu sekali lagi, ada semua data-data kongkritnya,” tambah dia. (lud)