MOROTAI, AM.com – Warga kecamatan Morotai Jaya (Morja) kabupaten Pulau Morotai menolak PT. Karunia Arta Kamilin yang akan masuk melakukan aktifitas pertambangan pasir besi di daerah setempat. Penolakan ini bahkan sudah dilakukan sejak tahun 2010 dengan adanya beberapa perusahaan yang masuk untuk melakukan penambangan pasir besi.
“Masyarakat masih terus menolak perusahaan penambang pasir besi ini sejak tahun 2010 lalu. Persoalan rencana pengelolaan tambang pasir besi telah meresahkan masyarakat Kecamatan Morotai Jaya, Morotai Utara dan Morotai Selatan Barat sudah selama 10 tahun bukan waktu yang singkat,”tegas Ketua Forum Masyarakat Penolakan Tambang Pasir Besi, Jamalu Piong, kepada media ini, Selasa (06/04/2021).
Disebutkan,
perusahaan yang beroperasi saat ini adalah illegal. Seperti perusahaan PT.
Karunia Arta Kamilin nomor IUP 502/ 2/ DPMPTSP/I/ 2019, PT. Intim Jaya Karya I
nomor IUP 540/69/PM/2010 dan PT. Intim Jaya Karya II nomor IUP 540/85/PM/2010.”Kami
minta agar Gubernur Maluku Utara untuk mencabut 3 IUP ini karena tidak sah bagi
masyarakat Morotai. Sebab tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan serta
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UUD 1945, UU nomor 27
tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, UU nomor
4 tahun 2009, Perda Kabupaten Pulau Morotai nomor 7 tahun 2012 tentang RTRW
Pulau Morotai, RTRW Provinsi Malut, Perda nomor 2 tahun 2013, RZWP3K Provinsi
Malut, Perda nomor 2 tahun 2018, peraturan presiden nomor 34 tahun 2015 dan
paraturan Presiden nomor 77 tahun 2014,”terangn dia.
Jamalu
juga menegaskan, bahwa dalam dokumen AMDAL, PT. Karunia Arta Kamilin tidak
sesuai dan cenderung dapat merusak lingkungan dan dapat menimbulkan konflik
wilayah. Hal ini terjadi karena keberadaan perusahaan tersebut terdapat pro dan
kontra di masyarakat sehingga berpotensi menimbulkan konflik horizontal dalam
masyarakat. Disisi lain keberadaan perusahaan sangat berdampak kerusakan ekologi
yang ditandai oleh kerusakan terumbu karang dan ekosistem, meningkatnya laju
abrasi pantai yang dapat merusak jalan, jembatan, pemukiman dan kebun
penduduk di wilayah pesisir pantai.
“Dampak
lain, bisa menyempitnya wilayah tangkap nelayan atau fishing ground nelayan
lokal yang menyebabkan hasil tangkapan ikan nelayan lokal menurun dan mengancam
kelangsungan hidup nelayan dalam jangka panjang. Olehnya itu hal ini tidak bisa
kita diam untuk menyampaikan bahwa kita tolak tambang pasir besi,”tegasnya.
Bahkan,
lanjut dia. Soal penolakan itu sudah disampaikan pada saat sidang Amdal yang di
mediasi oleh Komisi Penilai Amdal provinsi Malut pada tanggal 30 November 2018
sudah tolak dengan keras oleh tokoh masyarakat Kecamatan Morja. “Selain
memiliki dampak negatif, PT. Karunia Arta Kamilin bersama konsultan amdal melakukan
sosialisasi dan konsultasi publik masyarakat dengan tegas menolak tambang pasir
besi tanpa syarat dan bahkan pada saat sidang AMDAL yang dimediasi oleh Komisi
Penilai AMDAL Provisi Maluku Uatara pada tanggal 30 November 2018 perwakilan
tokoh masyarakat menyampaikan dengan tegas menolak tambang pasir besi tanpa
syarat. Dan disaat sidang AMDAL konsultan AMDAL juga telah menjelaskan bahwa
teknologi atau alat untuk pencegahan dampak lingkungan pengelolaan tambang
pasir besi di Morotai belum ditemukan dan alat atau teknologi yang dipakai di
daerah-daerah lain di Indonesia itu tidak bisa dipakai dimorotai karena
karakter geografisnya sangat berbeda,”terang Jamalu.
Lebih
jauh dijelaskan, bahwa perusahan bersama konsultan AMDAL pada saat melakukan
konsultasi publik tanpa pemberitahuan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Pulau Morotai. Mirisnya saat ditanya tujuan ke Morotai, pihak perusahaan dan
konsultan AMDAL hanya menampik dengan tujuan berwisata. Padahal diketahui melakukan
konsultasi publik di Desa Towara, Gorugo, Pangeo dan Loleo.
“Ditahap
awal saja mereka seperti maling dan Gubernur Provinsi Malut bapak Abdul Gani
Kasuba berkompromi dengan maling kapitalis dan menggadaikan lingkungan dan
kehidupan Rakyatnya sendiri, mental pemimpin seperti ini negeri ini bisa
hancur. Maka bagi kami masyarakat Morotai IUP yang dikeluarkan oleh Gubernur
Malut tidak sah dan tidak berlaku di Morotai karena tidak berdasarkan ketentuan
dan prosedur serta melanggar aturan. Rencana kegiatan pertambangan pasir besi
di Kabupaten Pulau Morotai tidak memiliki kesesuaian dengan arahan kebijakan
pola ruang/ pemanfaatan ruang RT/RW pulau Morotai perda nomor 7 tahun 2012,”kesalnya.