Reporter: Dirman Umanailo
TERNATE,AM.com – Kantor Bea Cukai Kota Ternate telah melakukan jalur Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Maluku Utara, dan Pemerintah Kota Ternate untuk membahas ekspor produk hasil dari Industri Kecil Menengah (IKM).
Hal ini dikatakan langsung oleh Kepala Kantor Bea Cukai Ternate, Dicky Hadi Pratama, melalui Forum Group Discussion (FGD) bersama sejumlah kepala Instansi Vertikal dan Pengguna Jasa yang ada di Maluku utara, dengan tema Potensi dan Tantangan Peningkatan Ekspor Langsung dari Maluku Utara dan Penyerahan Penghargaan Pengguna Jasa 2019, Kamis (13/2/2020).
Dicky Hadi Pratama kepada Wartawan mengatakan, Bea cukai Ternate selalu melakukan koordinasi dengan pemprov, Pemkot dan instansi terkait serta para asosiasi IKM yang menjadi target Bea Cukai guna mendorong ekspor.
Diakuinya, FGD yang digelar juga sebagai wadah pertukaran informasi dari tiap-tiap instansi terkait.
“pertumbuhan perekonomian kita sampai 7 persen dan itu yang terbaik di Indonesia dan diatas rata-rata Indonesia,” ucap Dicky.
Dengan adanya sinergitas antara Pemprov Malut dan Instansi terkait, kata Dicky, maka akan menjadi semangat untuk mengumpulkan data terkait komponen apa saja yang menjadi unggulan dan tantangan kedepan.
“Komoditas seperti cengkeh, pala, fuli, dan ikan sudah di ekspornya dan ada juga yang belum. Tetapi secara statistik jumlah industri kita jauh lebih besar dibandingkan volume komoditas yang kita ekspor,” jelas Dicky.
Selain itu, nantinya akan dibuatkan tim guna berperan dalam peran peningkatan ekspor lebih nyata, dengan berbagai inovasi termasuk memangkas biaya logistik agar hal ini terus berlanjut. Sehingga Dirinya berharap dengan FGD ini semua elemen yang ikut terlibat bisa lebih aktif dan bersama bersinergi serta selalu mendukung dalam meningkatkan ekspor di Maluku utara.
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Maluku Utara Gatot Miftahul Manan menuturkan, pertumbuhan ekonomi di Tahun 2019 naik 6,13 persen, tetapi belum cukup bagi kebutuhan masyarakat Maluku utara, sehingga menjadi tugas untuk meningkatkan perekonomian Malut.
Dikatakan, pertambangan Nikel Malut pada awalnya diekspor masih bahan mentah, sekarang telah dilakukan perubahan dari nikel mentah ke nikel olahan sesuai proses industri.
“Tapi industri pengelolaan ini harus ada manfaat pada domestik Malut, karena biji mentah nikel ada yang dikelola penambang tradisional, maka harus ada perimbangan pengelola biji mentah dan industri pengelolaah biji nikel,” tuturnya.
Dia mengaku, deposit 30 persen nikel yang terbesar diseluruh dunia adalah Indonesia bagian Timur salah satunya Maluku Utara. Maka dari itu, jangan tertinggal dengan industri pertambangan dunia. Berarti solusinya, Sumber Daya Manusia (SDM) melalui sekolah pengelolaan tambang terutama masyarakat Halmahera dan Masyarakat Obi.
“Ketika peningkatan SDM sudah matang, tinggal saja dikerjakan di industri pertambangan. Kemudian harus ada kerja sama antar Pemerintah Provinsi, Dinas terkait, dan industri juga harus dilibatkan dalan meningkatkan SDM,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut dia, sektor non tambang di Malut dari zaman dulu direbut oleh negara eropa karena cengkeh dangat subur di daerah ini, hanya saja berkembangnya waktu pohon cengke Malut sudah mulai menurun kesuburannya, dikarenakan tidak ada keseimbangan pupuk yang alami.
“Semestinya, harus menggunakan pupuk organik bagi tumbuhan bulanan dan tahunan, sehingga Masyarakat Malut harus perbanyak pelihara Sapi agar bisa mendapatkan pupuk alami,”ujarnya.
Terpisah, Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Khairun Ternate, Mukhtar Adam menyampaikan, pertemuan yang membahas produk ekspor Malut 10 Tahun terkahir masih dominasi sektor pertambangan, sedangkan produk UMKM masih mendorong untuk diekspor ke luar negeri karena Ternate mempunyai minyak cengkeh, air buah cengkeh, pala, dan kopra.
Yang terpenting, bagi dia, Pemerintah Daerah harus mengumlulkan hasil komuditi petani untuk diekspor satu titik. Dia mencotohkan, jika ekspor pertambangan di Hongkong, hasil komuditi petani juga di Negara tersebut. Tetapi setiap pelabuhan harus menerima komuditi petani bukan hanya tambang.
“Karena hasil Petani jika digabungkan untuk di ekspor berarti sangat sulit, jika pelabuhan semunya menerima hasil komuditi petani di seluruh daerah pasti bisa permudah hasil ekspor petani,”tuturnya.
Dia meminta kepada Gubernur Malut duduk bersama untuk membahas soal ekspor, karena Malut sudah menjual sektor tambang, maka saatnya pala, cengkeh, kopra, ikan, harus dekspor satu pintu.
“Kami butuh kekuataan Gubernur untuk memfalitasi, dan memfeto Negara melalui pemerintah pusat, untuk nenambahkan kekuatan ekonomi, apalagi Presiden Jokowi sudah memberikan sinyal bahwa dengan ekonomi yang mines kawasan timur akan terus di genjot,”terangnya.
Sekadar diketahui, turut hadir sebagai pembicara pada FGD diantaranya, Akademisi Universitas Khairun Ternate, Mochtar Adam, General Manager PT Pelindo IV (Persero) Cabang Ternate, Heriyanto, Perwakilan Pemprov Malut, dan Kepala BI Malut, Gatot Manan. (∀)