BPK Temukan Utang Pemprov Malut 131 Miliar Tidak Dapat Dipertanggungjawabkan

SOFIFI, AM.com – Diakhir pemerintahan gubernur Provinsi Maluku Utara Utara (Malut), Abdul Gani Kasuba dan M. Al Yasin ali (AGK-YA) justru Pemprov mendapat opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK Rai).

Hal ini dikarenakan utang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sangat besar dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun anggaran 2022. Ini disampaikan langsung oleh auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI wilayah VI, Laode Nursiadi.

Sebagaimana diketahui LHP BPK Perwakilan Maluku Utara (Malut) dalam pemeriksaan Laporan Keterangan Pertanggujawaban Kepala Daerah (LKPD) tahun 2022 sudah diserahkan kepada Pemprov Malut, Jumat pekan kemarin.

“Sesuai LHP pada pemeriksaan LKPD 2022, terdapat sejumlah masalah yang belum dapat diselesaikan, sehingga BPK memberikan penilaian opini wajar dengan pengecualian,”ungkap Laode.

Menurutnya, dokumen LHP BPK RI yang telah diserahkan kepada pimpinan DPRD dan Gubernur itu, Laode menjelaskan, pemeriksaan dilakukan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan temuan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang undangan yang berdampak material terhadap kewajaran penyedia LKPD Pemprov Malut tahun 2022 yaitu belanja Rp17 miliar (17.253.622.287) yang tidak didukung dengan bukti pelaksanaan kegiatan dan pertanggujawaban keuangan yang lengkap dan sah.

“Selain itu, terdapat aset tetap tidak dapat ditelusuri dan dijelaskan dokumen sumbernya secara rinci sebesar 224 miliar yang terdiri dari Aset Tanah, Bangunan, Mesin dan Irigasi yang tidak dapat ditelusuri dan dijelaskan sumbernya,”jelasnya.

Laode menambahkan, ada juga temuan belanja barang sebesar Rp 186 miliar yang belum dapat dipertanggujawabkan, kemudian kewajiban jangka pendek sebesar Rp131 miliar (131.548.009.790) tidak didukung dengan sumber pengakuan utang dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

“Sementara belanja barang terdapat permasalah sebesar Rp11,3 miliar, terdiri dari belanja perjalanan dinas, belanja honorarium dan belanja bantuan langsung kepada masyarakat yang belum didukung dengan alat bukti yang sah,”bebernya.

Selain belanja barang dan utang daerah yang tidak didukung dengan pengakuan utang dari OPD, Laode mengaku, ada belanja tidak terduga sebesar Rp59 miliar terdiri dari bantuan langsung dan belanja percepatan penanganan covid 19 yang tidak didukung dengan bukti pelaksana kegiatan.

“Atas permasalahan yang ditemukan, maka BPK menetapkan opini Pemprov Malut dengan predikat WDP. Kemudian merekomendasikan kepada gubernur agar memerintahkan kepada pimpinan OPD dan bendahara untuk melakukan pengembalian temuan Rp11 milir, Melakukan peneluauran aset tanah dan bangunan, serta meminta OPD segera membuat pengakuan utang yang saat ini belum dibayar,”ungkapnya.

spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img

ASPIRASI NEWS

ADVERTORIAL

ASPIRASI SOFIFI

ASPIRASI TERNATE

ADVERTORIAL