SOFIFI, AM.com-Panitia Khusus (Pansus) Optimalisasi Pengelolahan Keuangan Daerah (OPKD) menilai Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) dinilai tidak memperhatikan Rumah Sakit Umum Daerah Chasan Busorie (RSUD CB) Ternate. Pasalnya. Selama ini terlihat, rumah sakit membiayai dirinya melalui jasa pelayanan, bahkan anggaran yang dialokasikan melalui APBD tidak pernah dicairkan sehingga mengakibatkan menunggaknya kewajiban pemerintah terhadap BPJS sebesar Rp16 miliar dan obat-abatan sebesar Rp 12 miliar.
“Kita masih kurang penganggaran sekitar Rp 16 miliar kewajiban yang harus dibayarkan,”kata ketua Pansus Ishak Naser kepada media ini Senin (8/05/2023).
Ishak menyampaikan, belakangan ini pihaknya mendapat informasi ada penandatanganan pakta integritas untuk memastikan bahwa angka Rp 16 miliar itu yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah (Pemda) harus segera dibayarkan dan itu perintah undang-undang.
“Kalau tidak Menteri Keuangan akan memperhitungkannya dengan pemotongan DAU,”ungkapnya.
Ishak menegaskan, Pansus berkunjung ke kantor BPJS untuk melihat klaim RSUD CB Ternate terhadap BPJS jumlah mencapai angka berapa.
“Karena kita juga agak meragukan angka utang dari pihak rumah sakit,”katanya.
Dikarenakan Pansus sudah mengecek bahwa pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD CB Ternate belum mengikuti standar pengelolaan akuntansi pemerintahan yang seharusnya, sehingga memang perlu banyak perbaikan.
Dikatakan pula, semua itu mengakibatkan mis manajemen Keuangan sehingga mengakibatkan berpengaruh pada pelayanan kesehatan.
“Kita kasih contoh, kok bisa utang obat-obatan, sementara BPJS dia sudah tahu bahwa rata-rata total klaim yang diajukan oleh RSUD CB Ternate hampir Rp 10 miliar rutin setiap bulan sehingga, belum diajukan pun mulai bulan Oktober 2022 BPJS sudah ambil kebijakan dengan membayar uang muka terlebih dahulu Rp 6 miliar sebelum ada klaim. Olenya itu, logikanya seharusnya tidak ada keterlambatan dalam pelayanan karena anggaran selalu disuplai meskipun dari Pemda selalu terlambat tetapi BPJS selalu suplai,”ungkapnya.
“Jadi memang luar biasa BPJS saya berterimah kasih sekali BPJS dengan langka itu, tapi justru masalah tidak teredahkan ini kan kemampuan pengelolahan BLUD RSUD yang kita pertanyakan”,Ishak menambahkan.
Meski begitu, Lanjut Dia, bisa juga BLUD tidak salah dalam pengelolaan keuangan karena BPJS sudah memberikan tetapi jumlahnya tidak cukup, sementara Pemda tidak mensuplai anggaran yang sudah dianggarkan.
“Ini yang perlu kita cek. Sehingga tadi kami sudah minta ke BPJS tolong berikan data lebih detail berapa sebenarnya total klaim yang masuk. Karena, dari total klaim ini kan tidak semuanya harus dibayar, sebab yang dibayar hanyalah hasil verifikasi semuanya itu memenuhi syarat untuk dibayar yang tidak lengkap itu akan di pending sampai kelengkapannya dipenuhi,”terangnya.
Meski begitu Kata Ishak, ada juga yang tidak memenuhi syarat untuk dibayar, maka itu BPJS menolak.
Namun menurutnya, selama ini pihak RSUD CB Ternate tidak memberikan penjelasan seperti ini. “Jadi bukan kita mencurigai tetapi ada kekhawatiran kita jangan sampai apa yang ditolak itu justru oleh rumah sakit dianggap sebagai utang,”tuturnya.
“Ini perlu kita telusuri, jadi ini bukan torang menuding siapa buat salah bukan tetapi dengan kondisi seperti ini akar permasalahan ini ada di mana, ini yang mau diungkap oleh Pansus sehingga kita sarankan untuk perbaikan itu nanti tepat,”tambah Ishak.
Disentil tentang utang obat-obatan di Kimia Farma Rp 12 Miliar baginya itu baru klaim dari Rumah Sakit sehingga harus diuji terlebih dahulu. “Itu kan baru klaim dari Rumah Sakit harus kita uji dulu”,tambahnya.
Ishak mempertanyakan mengenai obat-obatan ini yang utang siapa apakah BPJS atau bukan BPJS. “Karena mereka utang ini ke pihak ketiga penyedia obat ini ada vendor – vendor yang mensuplai obat dengan cara utang. Sekarang obat ini digunakan oleh pasien BPJS misalnya atau yang di cover BPJS maka klaimnya harus disampaikan ke BPJS tetapi kalau obat ini dipakai tidak sesuai dengan standar yang digunakan oleh BPJS maka klaim itupun tidak boleh dilayani. Pertanyaannya yang itu apa bisa diakui sebagai utang atau tidak, kalau tidak dapat diakui sebagai utang tidak boleh pihak rumah sakit mengklaim secara sepihak karena BPJS sendiri mengakui itu utang yang tidak bisa diakui ini yang harus kita dudukan permasalahan ini penjelasan dari rumah sakit tidak lengkap sehingga nanti pertemuan berikut kita dapatkan data secara lengkap biar kita konfortir kedua secara langsung biar disitu kita lihat secara obyektif,”tukasnya.
Diakui, politisi NasDem ini dengan gambaran awal tersebut, menggambarkan dari Pemda sendiri yang tidak memperhatikan rumah sakit seakan-akan Pemda membiarkan rumah sakit membiayai sendiri dengan melalui jasa pelayanan, sementara ada anggaran yang dialokasikan melalui APBD tidak pernah dicairkan. Sehingga apa yang dihasilkan rumah sakit itu sebenarnya tidak mencukupi untuk pembayaran yang terjadi untuk melayani obat terpaksa ada TTP yang tidak dibayarkan kalau dibayarkan TTP kemungkinan obat tidak bisa dibayarkan.
Kondisi seperti ini bisa dilihat oprasional rumah sakit diatas Rp 100 Miliar. Sementara jasa pelayanan hanya Rp 60 miliar berarti selisih sebesar Rp 40 miliar itu yang harus ditutupi oleh APBD dan APBD tidak pernah cair yang menjadi masalah.
“Sudah dianggarkan, cuman ketika diminta tidak dibayarkan itu yang nenjadi masalah. Karena mungkin ada kesalahpahaman antara Pemprov dan BLUD pemerintah bisa saja keuangan atau Dinas Kesehatan itu yang akan kita cek terakhir semua pihak kita konfontir secara terbuka biar kita lihat tidak ada yang menutup – nutupi kekurangan kita saling melempar kesalahan dan tanggungjawab kepada pihak lain, harapan kita di Pansus bukan mencari permasalahan tetapi mencari duduk permasalahan yang sebenarnya dan apa saran dan rekomendasi kongkrit untuk mencari jalan kelauarnya”,pungkasnya.