Reporter: Nai Am
JAKARTA,AM.com- Lelaki itu duduk di kendaraan roda tiga khas Jakarta, sesekali pandangannya mengitari sekitar mencari penumpang yang kini makin sedikit. Aji nama lelaki itu, supir bajaj yang memilih jalan sunyi di tengah gempuran Grab dan Gojek yang mengepung Jakarta. Juga kenaikan harga BBM yang mencekik leher.
Aji menjadi salah satu yang terdampak kenaikan harga BBM yang dilakukan Pemerintah Pusat (Pempus) pada tanggal, 3 September lalu, Aji dan banyak orang menjerit kesengsaraan, terutama mereka yang punya kelas ekonomi menengah ke bawah.
Kata Aji, semenjak harga BBM naik, pendapatan yang biasanya sehari Rp. 70.000 sampai Rp. 85.000, bahkan lebih. Kini, hanya diperoleh 50.000 per hari, itu pun kadang-kadang.
“Sebelum BBM naik. Per hari, pendapatan saya 85.000, itu sudah termasuk pengisian BBM, sekarang sudah susah. Sejak BBM naik, saya sudah tidak lagi mendapatkan 85.000 per hari. Palingan 50.000, itu pun belum terhitung dengan pengisian BBM,” keluhnya saat diwawancarai aspirasimalut.com dari Jalan Raya Tugu Monas menuju Jalan Raya Mangga Besar, Jakarta Pusat. Rabu, (13/9/2022).
Meskipun demikian, sebagai kepala rumah tangga yang harus bertanggung jawab memberi nafkah kepada istri dan dua orang anak, Aji mengaku, tetap menikmati pekerjaan sebagai sopir bajaj. Meskipun saat ini, masih tinggal sama rumah mertua.
“Saya punya dua orang anak, belum punya rumah sendiri, dan sementara saya masih numpang di rumah mertua. Saya tetap menjadi sopir bajaj, karena di Jakarta ini pekerjaannya susah. Kalau nggak kerja, keluarga mau makan apa. Apalagi, anak-anak sudah pada sekolah,” ceritanya.
Lelaki asal Cirebon itu, berharap kepada Presiden agar kembali menurunkan harga BBM seperti biasanya.
“Saya berharap kepada Pemerintah, Pak Jokowi agat bisa menurunkan harga BBM seperti semula. Kalau tidak, ya kami akan terus-menerus susah seperti ini,” ungkapnya penuh harap. (Am)