SOFIFI,AM.com – Ikatan Pemuda dan Pelajar Bukulasa menggelar diskusi publik bertajuk “Kota Tidore Kepulauan Tanpa Sofifi dan Oba” yang berlangsung di RTH Bundaran Sofifi, malam tadi (23/8/2022).
Diskusi ini menghadirkan ekonom Universitas Khairun Ternate, DR. Mukhtar A Adam dan Kepala Biro Perekonomian Setda Malut, DR. Marwan Polisiri, yang membedah terkait pengembangan Kota Sofifi dan nasib Kota Tidore Kepulauan tanpa daratan Oba.
Mukhtar A Adam dalam kesempatan itu menegaskan, komitmen percepatan pembangunan Sofifi sebagai ibukota Provinsi, menjadi tanggungjawab seluruh kalangan di Maluku Utara sebagaimana Provinsi lain yang bangga akan ibukotanya.
“Tag line Bangga Maluku Utara, Bangga Sofifi menandakan gerakan awal pembangunan kota Sofifi dengan 2 skema; Satu, mendorong Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara tentang Percepatan Pembangunan Sofifi sebagai Ibukota Provinsi Maluku Utara; Dua, Menetapkan dalam Perda alokasi 30 persen dari total APBD untuk percepatan pembangunan Kota Sofifi,” ungkap Muhktar.
Menurutnya, untuk dapat mewujudkan pembangunan Kota Sofifi maka perlu merumuskan road map pembangunan Kota Sofifi, sehingga alokasi 30 persen dari APBD Provinsi setelah penetapan Sofifi sebagai DOB Kota Sofifi dengan pemerintahan normal.
“Pembangunan Masyarakat Oba sebagai bagian dari persiapan menuju Sofifi sebagai ibukota Maluku Utara, baik dari sisi pendidikan, kesehatan, pemukiman, sanitasi lingkungan, pertanian, perikanan, infrastruktur, perdagangan, jasa, UMKM, dan lainnya yang dapat mendorong kemandirian warga dan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat,” ungkap peraih gelar Doktor Ekonomi dari Universitas Padjadjaran Bandung ini.
Mukhtar mendesak Gubernur Abdul Ghani Kasuba melakukan penataan pelabuhan speep Sofifi sebagai rest area, dan pusat kegiatan ekonomi di daerah Pelabuhan yang melibatkan para pelaku UMKM di sekitar, selain itu juga menyiapkan gudang friser yang menampung hasil pertanian, utamanya sayur-sayuran yang mudah rusak, dan menjadikan Sofifi sebagai pusat stock barang konsumsi Maluku Utara.
“Membangun pusat Perdagangan berskala Nasional di Kota Sofifi dan memcanangkan Sofifi sebagai Kota Jasa dan Perdagangan, selain itu Mengembangkan Pelabuhan Perikemas di Gita dan Matui sebagai jalur keluar masuk barang ke Halmahera melalui Sofifi,” jelasnya.
Dalam rangka percepatan dan penataan Kota Sofifi, kata Muhktar, beberapa kewenangan pemerintah Kota diambil alih Provinsi dalam rangka pelayanan Sofifi sebagai Ibukota Provinsi yang ditetapkan dalam Perda Percepatan Pembangunan Sofifi sebagai ibukota provinsi.
“Juga melakukan transmigrasi lokal penduduk usia produktif dari pulau pulau kecil di Maluku Utara ke Sofifi untuk menjadikan Sofifi sebagai Kota Pluralisme dari penduduk Maluku Utara dan membangun sekolah unggulan SD, SMP, dan SMA yang berkualitas, bagi penyiapan generasi masa depan Maluku Utara di Kota Sofifi,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Perekonomian Setda Malut, Marwan Polisiri mencurahkan gagasannya terkait dengan apa yang harusnya dilakukan oleh pemerintah Kota Tidore Kepulauan jika terjadi pemekaran di wilayah daratan Oba.
Menurutnya, melepaskan sofifi ada 2 tantangan yakni SDA hilang dan APBD dipangkas. “Tantangan ini harus dijadikan peluang dengan cara menjadikan Kota Tidore menjadi kota ilmu, yang mengedepankan SDM untuk mengelola jasa, pendidikan dan penguatan pelayanan pemerintah,” ungkap mantan Kepala Bappeda Kota Tidore Kepulauan ini.
Sehingga kata Marwan, dari aspek kelembagaan, Tidore harus jadi pilot project Reformasi kelembagaan yang progresif, misalnya 40 OPD harus dimerger menjadi tinggal 10 OPD, UPTD dihapus, pembangunan berbaisi kewilayahan, kota yang miskin struktur tapi rakyat cepat kaya dan sejahtera.
“Dari sisi perencanaan dan penganggaran, banyak hal yang sudah harus efektif efisien, perjalanan dinas dipangkas, kendaraan dinas dijual, tanah dan bangunan disewa untuk kepentingan PAD. Anggaran belanja harus berbasis pada kebutuhan usaha sektor petani, nelayan, UMKM dan ekonomi kreatif,” jelasnya.
Sementara dari sisi aparatur, Marwan menawarkan perlu dilakukan redisitribusi ASN secara masif. Bahwa separuh ASN yang tidak produktif di kantor kantoy, ditugaskan ke wilayah desa dan kelurahan.
ASN yang di desa kelurahan bertugas mengawal kelompok tani, nelayan, UMKM dan ekraf. SKP-nya tidak lagi berbasis penilaian administrasi, tapi berbasis hasil, artinya hasil produksi/panen yang meningkat dan hasil penghasilan kelompok tinggi yang dilaporkan setiap bulan.
“Jadi PNS terdistribusi ke desa kel kawal petani, kalau hasil produksi tomat petani meningkat, bonus TPP meningkat. Penghasilan petani naik, insentif ASN 2 kali lipat,” pungkasnya.
Panitia juga sempat mengundang perwakilan dari Pemerintah Kota Tidore Kepulauan namun tak ada konfirmasi untuk bersedia hadir. Diskusi ini dipandu oleh Rafsanjan Hi Laha dan disponsori oleh Komunitas Bacarita Sofifi dan dihadiri oleh masyarakat yang berkunjung ke RTH Sofifi. (Ong)