spot_imgspot_img

Tahun Baru dan Introspeksi Diri

Oleh: Amirudin Yakseb, S.H, M.H.
(Wakil Ketua III STAI Babussalam Sula)

Di penghujung tahun 1443 H ini, kiranya baik kita renungkan beberapa nasihat dari khutbah Syaikh Dr. Shaleh Humaid dari mimbar Masjidil Haram hari ini. Beliau adalah khatib paling senior di Masjidil Haram.

***

Bertakwalah kepada Allah, semoga Allah merahmati kalian. Ketahuilah sesungguhnya urusan dunia tidak akan tegak, kecuali dengan tegaknya urusan agama. Dan kemuliaan tidak akan teraih, kecuali dengan tunduk kepada Tuhan alam semesta.

Introspeksi diri adalah jalannya orang-orang shaleh. Takwa adalah bekalan orang beriman. Amal shaleh adalah modal utama para pemenang. Siapa yang pandai introspeksi diri di dunia, maka akan ringan hisabnya di akhirat, dia akan menjawab benar saat ditanya dan kesudahannya adalah tempat yang baik.

Sedangkan orang yang tak pandai mengevaluasi diri, dia akan banyak menyesal, di hari kiamat akan berdiri lama mempertanggungjawabkan amalnya dan dia akan diliputi oleh kesalahan dan keburukannya.

Setiap tahun berlalu sejatinya menjauhkan kita dari dunia dan rumah kita. Pada saat yang sama, mendekatkan kita kepada akhirat dan alam kubur. Ia menjauhkan kita dari bersenang-senang dengan keluarga, anak-anak dan harta. Mendekatkan kita kepada kesendirian yang hanya ditemani bekal amal.

Semestinya bagi siapapun yang menghendaki kebaikan bagi dirinya agar berhenti sejenak guna mengintrospeksi dan mengevaluasi dirinya. Demi Allah, kalian akan mati sebagaimana kalian tidur, kalian akan dibangkitkan sebagaimana kalian terbangun dan kalian akan dibalas atas apa yang telah kalian kerjakan. Surga bagi orang-orang yang taat dan neraka bagi yang durhaka.

Sesungguhnya perputaran waktu adalah pemberi pelajaran yang paling jujur dan pergantian masa adalah penutur yang paling fasih. Maka waspadalah bila ia membangunkan dari lelap dan ambillah pelajaran dari segala nasihatnya. Di dalam sebuat atsar, dikatakan, “Empat hal yang membinasakan: kebekuan mata, kerasnya hati, panjang angan dan obsesi terhadap dunia.” (Diriwayatkan oleh al-Bazzar)

Di kalangan anak muda, ada yang tertipu dengan masa mudanya sehingga dia melupakan hilangnya kawan sebaya, dia lalai terhadap hal-hal yang tiba-tiba datang begitu cepat dan tersandera oleh angan-angan, padahal angan-angan hanyalah khayalan orang malas, pemikiran orang ceroboh, bersandar padanya hanyalah kebiasaan orang bodoh dan modal orang bangkrut. Berangan-angan dan menunda-nunda adalah bentuk menyia-nyiakan hari ini dan masa depan.

Di antara kalangan orang berilmu, ada yang hanya serius mengumpul ilmu, tapi tidak sungguh-sungguh beramal. Dia diberi ilmu, namun hanya digunakan untuk bangga-bangga dan berdebat, serta meninggikan diri dari orang lain. Dia merusak agamanya demi memperbaiki dunianya. Dia tidak menjauhi ghibah dan tidak selamat dari dengki.

Dan di antara orang-orang yang terlalaikan dunia ada yang membelanjakan hartanya untuk syahwat dan hal-hal terlarang. Yang paling ironi dari mereka adalah orang yang mencari nafkah, tetapi masuk neraka karenanya. Kemudian harta itu diwarisi oleh orang-orang shaleh yang membelanjakannya pada ketaatan kepada Allah, lalu memasukkannya ke surga.

Betapa anehnya kondisi orang yang yakin kepada kematian, tetapi dia melupakannya. Dia tahu yang berbahaya, tetapi dia justru melakukannya. Dia takut kepada manusia, padahal Allah lah yang patut ditakuti.

Ada orang yang menghabiskan masa mudanya, lalai dengan masa tuanya. Ada yang perhatian terhadap ilmu, tapi tak peduli dengan amal. Ada yang bersungguh-sungguh meraih dunia, tak berpikir tentang akhirat. Usianya bertambah, dosanya pun semakin menumpuk. Rambutnya kian memutih, hatinya semakin pekat. Hati yang sakit, susah diharapkan sembuh. Mata yang terbiasa melihat yang haram, sulit untuk menangis. Bila anggota tubuh sudah tenggelam dalam syahwat, pertanda orang tersebut telah mati.

Hendaknya setiap orang berbekal dari dirinya untuk dirinya sendiri, dari hidupnya untuk matinya, dari masa mudanya untuk masa tuanya dan dari sehatnya untuk sakitnya. Sebab setelah kematian, tiada lagi yang diminta kerelaan. Dan setelah dunia, hanyalah surga atau neraka.

Siapa yang memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka Dia akan memperbaiki hubungannya dengan orang lain. Siapa yang jujur dalam kesendiriannya, maka akan baik pula kondisinya saat tidak sendiri. Dan siapa yang beramal untuk akhiratnya, Allah akan mencukupkan urusan dunianya.

Introspeksi yang benar tidaklah serta merta melahirkan amalan. Hendaklah kalian memperbaiki yang sudah lalu dengan apa yang tersisa. Isilah waktu dan hari-hari kalian dengan amal. Jangan tersibukkan oleh penyesalan dan ratapan yang memalingkan dari amal kebaikan.

Ketahuilah bahwa siapa yang memperbaiki sisa usianya, maka diampuni baginya apa yang telah lalu. Dan siapa yang berbuat keburukan di sisa usianya, maka dia dihukum atas apa yang telah lalu dan yang tersisa itu.

Kematian itu datang secara tiba-tiba. Maka berikanlah setiap waktu itu haknya dan setiap tarikan nafas itu harganya. Hari-hari itu adalah kendaraan, nafas adalah langkah, amal shaleh adalah modal utama, keuntungannya adalah surga dan kerugiannya adalah neraka yang menyala, yang memasukinya hanyalah orang yang sengsara.

Bertakwalah kepada Allah, semoga Allah merahmati kalian. Berbekallah di dunia untuk kebutuhan diri kalian di akhirat kelak. Siapa yang bertakwa kepada Allah, dia akan menasihati dirinya sendiri, segera bertobat dan mengekang syahwatnya.

Hamba Allah, hal terpenting dari amal shaleh itu adalah mengontrol hati agar selalu ikhlas. Keikhlasan itu dengan izin Allah akan melahirkan kekuatan dalam kebenaran, kesabaran, ketekunan dan kontinuitas. Dengan ikhlas, karunia Allah akan berlipat ganda, pahala dan balasannya pun akan menjadi besar. Bahkan keikhlasan menjadikan perbuatan biasa menjadi ibadah dan ketaatan, sehingga kehidupan seorang hamba sepenuhnya hanya untuk Allah SWT.

Di saat engkau bersemangat melakukan amal shaleh, jangan lupa kontinu dalam melaksanakannya. Di dalam hadits shahih, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah saw ditanya, “Amalan apakah yang paling disukai oleh Allah?” beliau menjawab, “Yang berkesinambungan, meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dalam ar-Raqaaiq)

Amalan-amalan Nabi saw selalu bersifat kontinu. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dengan merutinkan yang sedikit, ketaatan akan langgeng. Ia langgeng dengan zikir, merasa diawasi, ikhlas dan kembali kepada Allah. Amalan sedikit tapi rutin itu akan berkembang sampai ia melampaui berlipat-lipat amalan yang banyak tapi terputus.” Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Orang yang merutinkan suatu kebaikan, sejatinya menetapi ketaatan kepada Tuhannya. Tidaklah orang yang rutin mendatangi suatu pintu seperti orang yang mendatanginya satu hari penuh, lalu terputus.”

Hamba Allah, orang-orang yang mendapat taufiq untuk mengerjakan amal shaleh memiliki hati yang ikhlas, tauhid yang murni, semangat yang serius, menunaikan kewajiban syari’at, menjauhi kelalaian dan ketergelinciran, mendahulukan orang lain, mengharap rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNya. Sungguh siksa Tuhanmu itu adalah sesuatu yang patut ditakuti.

Sesungguhnya dalam perputaran waktu terdapat berbagai pelajaran. Pada peristiwa-peristiwa yang terjadi ada hikmah berharga. Waktu berlalu, kadang menghancurkan yang terbangun dan kadang memakmurkan yang tandus, memberi sesekali waktu dan mengambil di waktu lainnya. Waspadalah terhadap kegemerlapan yang menyesatkan, sebab siapa yang terobsesi dengannya, hanyalah akan membawanya jauh dari Allah.

Siapa yang tidak menyibukkan diri dengan kebaikan, maka dia akan sibuk dengan keburukan. Sebuah kendi minuman jika tidak terisi air, maka isinya adalah angin. Siapa yang bertekad untuk menjaga sisa usianya yang sejenak itu, maka hendaknya dia hanya berkawan dengan orang-orang yang serius lagi gigih, yang terpilih lagi cerdik, yang baik lagi budiman, yang senantiasa memelihara waktunya melebihi orang pelit yang menjaga hartanya.

Bersungguh-sungguhlah dalam beramal. Ambillah pelajaran dari apa yang telah lalu. Sebab kesempatan tidak datang dua kali, ajal sudah pasti, kehidupan dunia terbatas dan hari-hari berlalu hanya sesaat, sementara Allah tiada mengakhirkan ajal bagi setiap jiwa bila sudah datang saatnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.

Kelalaian adalah otak kesalahan. Al-Hasan rahimahullah berkata, “Kebaikan adalah cahaya hati dan kekuatan raga. Sedangkan keburukan adalah kegelapan dalam hati dan kelemahan pada raga. Kegelapan maksiat mematikan cahaya ketaatan.”

Bertakwalah kepada Allah, semoga Allah dirahmati kalian. Waspadalah dan introspeksilah diri kalian. Ironinya orang yang mengaku mengenal Allah, tetapi dia tidak memenuhi hakNya. Bagaimana dengan orang yang mengklaim diri mencintai Rasulullah saw, tetapi dia tidak mengerjakan sunnahnya? Betapa aneh orang yang membaca al-Qur’an, tetapi dia tidak mengamalkan isinya.

Begitu halnya seseorang yang menikmati berbagai nikmat Allah, tetapi tidak bersyukur kepadaNya, tidak menjadikan setan sebagai musuh, tidak beramal untuk surga, tidak menjauh dari neraka, tidak bersiap untuk kematian, sibuk dengan aib orang lain, sementara dia lupa aib dirinya sendiri. Orang seperti ini berada dalam kebodohan dan kelalaian. Mereka diuji dengan berbagai nikmat, dibinasakan oleh kecukupan dan terlalaikan oleh angan-angan palsu. Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. Mereka akan menyesal jika mereka tidak bertobat. Dan saat itu tidak ada lagi penyesalan. Terimakasih banyak. Semoga bermanfaat. 🤲🏻🕋

spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img
spot_imgspot_img

ASPIRASI NEWS

ADVERTORIAL

ASPIRASI SOFIFI

ASPIRASI TERNATE

ADVERTORIAL