Reporter: Risno Ong Rasai
SOFIFI,AM.com – Keterlibatan pejabat pemerintah yang mendirikan atau menjadi pemilik media massa dikritisi ahli pers Indonesia, Rustam Fachri Mandayun, yang menilai media tersebut tidak akan mampu menjalankan fungsinya secara optimal.
Misalnya yang terjadi di Maluku Utara, saat Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Malut, Mulyadi Tutupoho diduga kuat menjadi otak dari berdirinya 3 media online untuk mengeruk anggaran sebesar Rp 790 juta yang bersumber dari APBD tahun 2022 yang melekat pada Dinas yang dipimpinnya.
“Pejabat pemerintah jangankan menjadi pemilik media, duduk dalam struktur media saja gak boleh,” tegas Rustam saat dihubungi aspirasimalut.com, Rabu (6/7/2022).
Menurutnya, larangan tersebut tertuang dalam surat Pernyataan Dewan Pers nomor: 01/P-DP/IX/2009 tentang Penempatan Pejabat Pemerintah di dalam Struktur Redaksi Pers.
“Karena hal itu dapat mengganggu independensi media sebagai lembaga yang berfungsi melakukan kontrol sosial,” ungkapnya.
Rustam yang pernah menjabat sebagai Kepala Ombudsman Internal Majalah TEMPO ini mengirim foto pernyataan Dewan Pers melarang keterlibatan pejabat pemerintah dalam pers.
“Pejabat pemerintah dan lembaga yang dipimpinnya menjadi bagian dari objek yang dikontrol oleh pers secara terus-menerus. Dengan demikian pers yang menempatkan pejabat pemerintah dalam struktur redaksi bertentangan dengan undang-undang pers, sebab pers tersebut tidak mampu menjalankan fungsi dan perannya secara optimal,” tegasnya.
Mulyadi Tutupoho diduga kuat menjadi dalang dari 3 media yakni, Jelinews.com, ngofi.com dan salawaku.id. Hal ini diketahui dari pengakuan 2 orang yang namanya dipajang oleh Mulyadi di box redaksi 3 media bentukannya itu.
Mulyadi Tutupoho saat dikonfirmasi tak memberikan bantahan ataupun klarifikasi atas pemberitaan yang dipublikasi.
“Ya ya menarik. Atur saja. Terima kasih adik atas beritanya,” balas Mulyadi. (0n9)