Reporter: Maulud Rasai
Bahkan kata dia, tidak hanya alat music tradisional dan tarian tide-tide yang terancam punah, namun sejumlah tradisi atau budaya Galela yang biasa dilakukan dalam acara pernikahan seperti yang dilakukan para leluhur terdahulu itu sudah punah di Morotai.
Jadi di Morotai ini saya lihat budaya ba denge-denge, Bobaso, Toku Wela dan ba Moro Moro itu sudah jarang bahkan sudah tidak ada yang kita lihat. Entah ini karena pengaruh alat Musik tradisional yang sudah tidak ada sehingga berpengaruh kita juga tidak tahu,” katanya.
Bahkan sekarang dalam acara-acara pernikahan lebih cenderung menggunakan alat musik yang sudah direkam dan digunakan pada sound sistem.
“Akhirnya disetiap acara pernikahan itu pesta ronggeng adat hanya satu dua kali langsung dong lanjut deng ronggeng poco poco deng tara tau ronggeng DJ ka barang apa itu,” tambah dia.
Menurut Afandi, utuk membangkitkan lagi semangat Budaya Tobelo Galela di Pulau Morotai, harus ada wadah dan alat musik tradisional yang perlu dikembangkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Pulau Morotai.
“Soal ini saya pernah sampaikan ke Bupati di saat Bupati undang tokoh tokoh adat di Morotai di tahun 2019 kalau tidak salah, dan saya sampaikan ke pak Bupati kalau di Morotai itu harus ada rumah adat terus harus ada alat musik tradisional karena di Morotai SDM-nya ada untuk mengelolah alat musik tradisional, cuma sampe sekarang belum ada dia pe kepastian,” sesalnya.
Tidak hanya itu, bahkan saking cintanya Afandi terhadap budaya dan tradisi adat Tobelo Galela, dirinya bertekad jika anak-anaknya menikah nanti dirinya berupaya tidak ada acara pesta ronggeng poco-poco.
“Saya pe niat kalau sampe saya pe anak nikah Tara ada yang namanya baronggeng poco poco, yang ada itu hanya ronggeng tide-tide, Bobaso, Denge-denge, Moro-moro dan Tokuwela. Itu saya pe niat karena saya selaku tokoh adat harus menjadi contoh untuk yang lain,” tutupnya. (lud)