TERNATE, AM.com – Setelah melakukan kajian dan telaah hukum status tanah dan bangunan eks rumah dinas gubernur Maluku Utara. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara berkesimpulan, pemerintah kota (Pemkot) Ternate telah melakukan pembayaran atau pembelian tanah negara yang diklaim milik Pemerintah Halmahera Barat, Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Maluku, maupun Kota Ternate.
ironisnya, meski Pemkot Kota Ternate mengklaim menguasai kepemilikan tanah dan bangunan eks rumah dinas gubernur Maluku Utara, tetap membayar “tanah negara” kepada pihak ketiga yakni Gerson Yapen yang juga mengklaim pemilik tanah.
kepada sejumlah wartawan belum lama ini usai Rakor Lintas Instansi, Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati Maluku Utara, Jefri Huwae, mengakui jika pihaknya sudah melakukan kajian dan telaah hukum. Sehingga itu, sudah dirumuskan pendapat hukum yang kemudian itu dikirim kepada Pemerintah Kota Ternate. Karena memang pembelian itu adalah milik negara.
“Memang itu ada polimik – polimik kepemilikan. Secara history (sejarah) dari Halmaherah Barat kemudian dialihkan ke Pemkot Ternate. Selanjutnya, dari otonomisasi itu pemilikan dari Provinsi Maluku sebagai provinsi induk, cuman dialihkan sebagai aset Pemprov Malut setelah pemekaran,” jelasnya.
Kata dia, maka aset ini masih dalam ruang pemerintah sehingga harus mengacu pada regulasi agar tercatat sebagai barang milik negara. Dengan begitu, tidak lagi terjadi tarik menarik antara Pemkot Ternate dan Pemprov Malut.
“Kita sudah buat berdasarkan perundang-undangan otonomi daerah agar diserahkan kembali kepada Gubernur. Yang nantinya, Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di daerah, menetapkan barang milik negara milik siapa?”.
Lanjut dia, secara tersirat, harus dilihat kepentingan berdasarkan otonomi daerah adalah Kota Ternate. Olehnya itu pihaknya mengusulkan dalam pertimbangan hukum agar Pemerintah Kota Ternate, dalam hal ini adalah Wali Kota harus menyurat kepada Gubernur untuk meminta hibah supaya Gubernur menetapkan aset tersebut milik Pemerintah Kota Ternate.
Selain itu dia menuturkan, memang aset tersebut sempat digugat oleh pihak ketiga yakni Gerson Yapen, namun dalam gugatan ditolak oleh pengadilan.
Menurut dia, dalam persidangan tidak ada pihak yang kalah maupun menang, karena gugatan tidak diterima, sebab tidak mengetahui kepemilikan lahan ini apakah dari Pemerintah Halmahera Barat, Kota Ternate, Pemerintah Provinsi Maluku Utara, Pemerintah Provinsi Maluku, tetapi kepemilikan tanah ini adalah Negara.
“Pengadilan berpendapat bahwa gugatan ini harus wanprestasi bukan melawan hukum. Kajian Wanprestasi kami sudah sampaikan kepada pendapat hukum kita kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kota,”ucapnya.
Dia mengaku, Pemerintah Kota Ternate sudah membayar kepada pihak ketiga Rp 2,8 Miliar.
“Sudah dibayar sekitar Rp 2 Miliar, tetapi Pemerintah Ternate mengatasnamakan pemerintah untuk membayar ke pihak ketiga, karena yang dibayar itu uang wanprestasi, artinya pemerintah belum membayar kepada pihak ketiga sehingga pemerintah harus bayar dan itu sudah dilakukan, tetapi pengadilan belum bisa menentukan tanah ini milik siapa, apakah milik Pemprov Malut, Maluku atau Halmahera Barat. Sehingga pengadilan menolok bukan kalah,” ucapnya mengakhiri.