Oleh: Wiranto Fihri*
Pemilihan kepala daerah (pilkada) sebagai sarana kedaulatan politik rakyat, pada dasarnya pesta musiman rakyat. Dikatakan pesta musiman karena semua kegiatan pemilu merujuk pada ketetapan undang-undang (UU) pemilu. Pemilu presiden, pemilu legelatif pemilihan kepala daerah dan walikota (pilkada). Lazimnya pemilu tidak bisa luput dari catatan-catan kekecewaan dan ketidak puasan bagi pihak yang kalah. Pilkada dan Komunikasi Politik bukan saja soal gugurnya bakal calon peserta pemilu, juga soal waktu, dinamika, respon politik, dan strategi kampanye politik.
Kendati demikian proses pemilu masih berjalan dalam batas-batas yang wajar. Bagaimana dengan kampanye politik, skenario politik dalam hubungannya dengan Komunikasi politik? Sangat tergantung pada kesadaran dan kemauan aktor politik memahami hakikat politik. Elit politik juga menafsirkan perilaku politik masyarakat, keinginan politik rakyat dan yang terpenting menjaga perilaku politik. Dari sudut pandang komunikasi pemilu bagaimana membangun persepsi dan tafsir politik, membangun pesan meyakinkan pemilih. Komunikasi politik tentang siapa menyampaikan apa, bagaimana menyalurkan pesan dan bagaimana pesan ditafsirkan oleh penerima. Dan kampanye politik bagaimana membangun semangat orientasi menjaga marwah demokrasi. Berorientasi pada naskah teks (aturan pemilu) konteks, konten dan upaya pembangun semangat perbedaan dalam ruang bauran politik.
Peristiwa pemilu bagaimana menyampaikan gagasan dalam bentuk simbul, bagaimana menerjemahkan simbol dengan baik dan benar. Seorang sender harus mampu menjaga narasi dan meningkatkan intensitas percakapan, pernyataan yang diinterpretasikan dalam hubungannya dengan Komunikasi politik yang dikontestasikan dalam setiap kegiatan kampanye. Jika demikian apa sesungguhnya yang mengendalikan kegiatan komunikasi politik dan harapan politik? Apakah komunikasi politik, harapan politik dikendalikan oleh kebiasaan dan nilai-nilai bauran, perilaku kelompok elit. Ataukah kegiatan kampanye politik proses pemadatan komunikasi politik yang dikemas? Pada dasarnya realitas komunikasi politik menandakan dominasi dari kebebasan manusia bertindak di luar pranata social yang paham, agama, keluarga pendidikan ekonomi dan sebagainya. Penjelasan ontologis konstruksi komunikasi politik (kampanye) proses rekayasa dan pencitraan untuk mendapatkan dukungan politik.
Nyatalah kiranya perbedaan refleksi anggota masyarakat baik sebagai individu, anggota kelompok dan eksistensi pranata social agama, pendididkan, organisasi social, lembaga pemerintah dengan organisasi politik saat memasuki musim semi politik. Pada titik ini kegiatan kampanye politik berpusat diantara dua gugus. Gugus pengharapan rakyat sebagai individu yang bebas dan aktif. Gugus rekatan sumber daya politik dan eksistensi kelompok elit. Untuk itu komunikasi politik harus dibangun diatas pengetahuan yang merefleksikan realitas, kesadaran, pengalaman, kepentingan dan tujuan politik. Semua kegiatan komunikasi politik proses pengidentifikasian antara pemilih dengan kelompok elit. Peristiwa komunikasi politik mengarahkan pihak pada proses internalisasi diri dalam ragam penafsiran. Kelompok elit menafsirkan penerimaan, kehadiran masyarakat bentuk dukungan politik. Jika memang demikian sesederhana itukah komunikasi, (kampanye) politik? Komunikasi politik tidak sesederhana yang dilihat dan ditafsirkan. Bisa jadi apa yang nampak bermakna lain kamuflase.
Puncak dari kegiatan kampanye politik pada akumulasi basis konstituen politik. Perdesa, perTPS, perkecamatan dan lumbung-lumbung kantong masa lainnya. Apa yang kami maksudkan adalah langkah evaluasi berkala yang positif dan pasti dilakukan oleh tim pemenangan politik. Cerita ini menandakan akan adanya perbedaan yang signifkan antara pemasaran produk bisnis perusahaan dengan kampanye politik (pemasaran politik). Akar dari pemasaran politik pada landasan sosiologis. Semakin tinggi eksistensi individu semakin kuat perederan social status social seseorang semakin terbuka peluang diterima masyarakat. Semakin terpercaya tim politik, semakin mudah paslon menembus pasar politik.
Peristiwa komunikasi politik yang mengalir selama ini mengenai uji kelayakan, kepatutan, sumber daya bakal calon dan kelompok sokongan politik. Di tahun 2020 ini pula tepatnya 9 Desember rakyat kembali akan menggunakan hak suara, memilih bupati dan walikota serentak. Dalam banyak kenyataan peristiwa politik sangat dipengaruhi oleh cara pandang aktor politik dan kesiapan mental paslon bertarung siap kalah siap menang, kesanggupan rakyat menolak politik uang. Apakah rivalitas politik pemilihan kepala daerah, mengilhami peristiwa politik pemilihan presiden 2019 yang lalu. Dimana ego sektoral, gengsi memenangkan kandidat menihilkan bangunan berpikir reflektif. Atau politik uang kembali merajai gelanggan politik pemilihan kepala daerah?
Masyarakat harus cedas, teliti, belajar dari pristiwa politik masa lalu. Politik hanyalah salah satu dari sekian banyak instrument daya ungkit perubahan. Pilkada tidak pernah menjaminkan dirinya pada perubahan mutlak. Musim semi politik kali ini, menghadirkan peristiwa, redupnya nama-nama calon baru yang sempat diperbicangkan di tengah masyarakat. Tidak ada kata yang tepat dan pantas mewakili kenyataan politik.
Istilah pemasaran (marketing) awalnya digunakan di bidang komunikasi bisnis dan pemasaran dengan konten pemasaran produk. Dalam komunikasi politik istilah marketing politik dikenal dengan kampanye politik. Marketing politik (kampanye politik) tentang bagaimana membuat desain produk politik dan kemampuan memasarkan produk politik seperti: kontestan politik, partai politik, ide dan gagasan politik. Gagasan lain dari treatment marketing politik di tahun politik pilkada adalah pemasaran politik terstruktur. Pemasaran politik seperti ini sifatnya terorganisir, memiliki basis dukungan organisasi politik (partai politik), memiliki sumber daya politik yang memumpuni. dukungan tokoh politik yang kuat, dukungan finansial, kualitas dan kapasitas bakal calon dan tampilan calon.
Terkait kampanye politik, bagaimana Margaret Theatcher tahun 1999 meremehkan citra dirinya, dia ingin tampil dan berbicara apa adanya dengan suara sengau. Theatcher dengan dipandu Reece, belajar memperbaiki suaranya, dan menonjolkan suara seraknya, mengubah penampilan darinya, dari mengubah gaya rambut dan busana. (Deddy Mulyana. 2004:27). Cerita kecil ini membuktikan bahwasanya komunikasi politik bagaimana menjaga kualitas prodak politik dan brand politik. Produk politik dengan kualitas rendah jelas mempengaruhi selera, minat dan dukungan pemilih. Peristiwa politik di tahun politik pemilihan kepala daerah akan terus mendayung kampanye politik memasarankan produk politik, berharap dapat menguasai pasar politik. Tentu saja kampanye politik ditengah perkembangan teknologi media menjadi titik perhatian tim kampanye. Saat ini lompatan komunikasi bergerak cepat memasuki dunia yang tidak berpenghuni. Dunia hunian pesan, video pendek dan bentuk kampanye politk lainnya. Suka tidak suka kampanye politik akan menghujani ruang virtual media social. Dalam situasi seperti ini terlihat bahwa kegiatan kampanye media digital mengambil posisi konfirmitas dunia maya, untuk mendukung aktivitas kampanye politik ditengah masyarakat.
Kampanye dan Pendidikan Politik Massa
Secara positif kegiatan kampanye politik pertalian dari pendidikan politik. Pandangan ini justru menghadirkan paradok jika berada dalam dukungan politisi yang berjiwa kerdil. Paradoknya pada munculnya penafsiran dari warna bauran masyarakat. Menafsiran perjumpaan masyarakat dengan pasangan calon lain (paslon). Inilah adonan pradok kampanye sebagai kegiatan yang beorientasi pendidikan politik massa. Kepatutan dan kelayakan sosialisasi politik, kampanye politik selalu bergerak dinamis mengikuti gerak individu, intensitas percakapan yang membekas dalam memori pelaku politik dan jejak digital.
Tidak perlu menunggu partai politik atau apapun itu memahami politik secara gagah. Politik adalah bagaimana menciptakan momentum diri, mengajak pihak lain terlibat mengembangkan citra diri kita dilingkungan dimana orang tersebut berinteraksi satu sama lainnya. Dalam hal media sebagai medan kampanye yang dikontrol, masyarakat, tim kampanye paslon dan kontestan politik menahan diri menjaga focus, lokus, etika kampanye diruang media sosial. Pada dasarnya media sosial media bertuhan. Tidak tampak tapi ada, akan terus memantau pergerakan pesan. Semakin cepat pesan bergerak semakin cepat pula tuhan media mengejar memantau pesan pengguna. Pada akhirnya kami harus jujur mengatakan bahwa media negara dalam urusan-urusan harmonisasi sosial selalu sejalan, menjaga keseimbangan kampanye politik.
Gagasan media sebagai ruang (public speace) sebuah ruang komunikasi yang dipenuhi ide, informasi, dan wacana politik, kampanye politik yang terus dipertukarkan, diterima ataupun ditolak. Kegiatan kampanye, diawali dari telaahan-telaahan perilaku politik masyarakat, relasi politik, percakapan-percakapan yang terbangun ditengah masyarakat dan ruang media digital. Dari situlah penafsiran politik dibangun dan berkembang. Apa relefansinya dengan kampanye massa dan keterdidikan politik? Tafsir sepihak tim kampanye, stigma dan labeling. Bahwa si A adalah bagian dari B dan seterusnya hanya karena melihat percakapan antar sesama masyarakat dan jejak percakan digital. Habermas, menegaskan bahwa ruang public merupakan jaringan untuk mengkomunikasikan informasi dan sudut pandang. (Habermas 1996;360). Menghakimi percakapan, relasi secara sempit menjauhkan insan politik dari akurasi informasi yang berkembang. Inilah salah satu dari sekian banyak problem kampanye politik yang tidak mendidik.
Merencanakan Pesan Kampanye Politik
Bagaimana merencanakan pesan kampanye politik yang baik ? Merencanakan pesan kampanye diawali dari membuat perencanaan dokumen tertulis untuk menjawab berapa pertanyaan: who siapa (target pasar)? What apa bentuk pesan politik yang disampaikan? Where dimana pesan disampaikan? When kapan pesan disampaikan? How bagaimana menyampaikan pesan politik. Merencanakan pesan kampanye politik bagaimana menyusun keseimbangan, keselarasan komunikasi, untuk tujuan politik. Sven Windhal, Benno .Signitzer dan T.Olson (1992) menegaskan bahwa kampanye komunikasi adalah sebuah usaha, rencana dari seseorang komunikator (sender) untuk mempengaruhi khalayak (audience) melalui satu atau seperangkat pesan dengan tujuan tertentu.
Lakukan berapa hal sebelum merencanakan pesan politik, Kenali medan politik dan pasar politik yang menjadi sasaran. Tentukan tujuan, mengklasifikasikan masyarakat, pengguna media. menurut umur, pendidikan, pekerjaan, relasi dan seterusnya. Pelajari ruang komentar, pesan apa yang paling banyak dikomentari, disukai pengguna. Rancang pesan sesuai dengan selera pemilih, Pesan media harus dikemas dalam bentuk narasi singkat teks, video, atau postingan pesan bentuk lainnya. Lihat dengan siapa pengguna intens berkirim pesan, selalu jujur dan jangan berbohong, hindari pesan bertele-tele. Perlakukan khalayak dengan sebaik-baiknya. Lakukan pendekatan lain, untuk memperkuat strategi yang sudah ada. Yakinkan pengguna media, pastikan calon pemilih mengekspresikan perasaan politik yang diunggah di kontens media digital, dorong calon pemilih bertindak menyebarkan pesan politik.
Kaitan dengan hal tersebut di atas Harolrd Mendelsohn Dan Nimmo 1989:171 menawarkan tiga pedoman untuk mencapai kampanye informasi yang berhasil. Pertama kampanye informasi harus direncanakan dengan asumsi bahwa kebanyakan dari orang yang diupayakan dicapai oleh mereka hanya sedikit atau sama sekali tidak menaruh perhatian pada komunikasi. Kedua dalam konteks ketidak rancuhan umum, juru kampanye perlu menciptakan tujuan yang sederhana dan berjarak menegah, disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari khalayak dan tidak mencoba meyakinkan pemilih akan sesuatu yang jauh dari imajinasi pemilih. Ketiga setelah menetapkan tujuan jarak menegah, juru kampanye harus merinci jenis yang cocok sebagai sasaran komunikasi, yaitu juru kampanye harus mengambarkan mereka yang paling cenderung menanggapi sesuai dengan kelas social dan atribut demografi, motivasi personal, gaya hidup, kepercayaan nilai pengharapan dan kebiasaan media mereka.
Dalam hal ini konsultan politik harus menyampaikan hal-hal penting pada juru kampanye, konten pesan, konteks pesan, dan bagaimana berikap mengahadapi pemilih. Dengan kata lain bagaimana mengarahkan juru kampanye, public relations mengemas pesan politik, menanggapi pesan sesuai dengan klas social dan atribut demokrafis, motivasi personal, gaya hidup, kepercayaan, nilai, pengaharapan dan kebiasaan pemilih. Untuk mengetahui motivasi pemilih, kemauan pemilih membutuhkan research marketing.
Sebagai kesimpulan bahwa pimilihan pildada serentak (pikada) pada 9 Desember mendatang kita jadikan momentum pembelajaran politik, menjaga sikap dan pelaku poltik. Pahami bahwa pilkada hanyalah peristiwa musiman, yang patut kita jaga bersama. Pilkada bukanlah pengingkaran terhadap semangat toleransi. Pilkada medium uji kelayakan, kepatutaan, sumber daya bagi peserta pemilu dan masyarakat. Para pihak-pihak sebaiknya menahan diri untuk menjaga focus, lokus, etika kampanye.
*Penulis adalah alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bumi Hijrah Maluku Utara, buah pikirannya sering terbit pada berbagai media terkait berbagai isu.