TERNATE,AM.com – Pernyataan anggota DPR RI dapil Provinsi Maluku Utara, Ahmad Hatari yang menyebutkan massa aksi penolakan undang-undang Cipta Kerja adalah massa bayaran dari beberapa kelompok lain, mendapat reaksi keras dari Forum mahasiswa pascasarjana (Formapas) Se-Jabodetabeka-Banten, yang menilai pernyataan itu tak pantas dikeluarkan oleh anggota DPR RI.
“Bagi kami ini merupakan bagian dari sikap politik Partai Nasdem yang ikut serta mengesahkan dan menerima undang-undang omnibus law. Apa yang kemudian disampaikan oleh salah satu anggota DPR RI, Achmad Hatari, bahwa kaum buruh dan mahasiswa menolak omnibus law itu merupakan ditunggangi artinya bahwa ada yang nyumbang mereka dalam aksi penolakan undang-undang omnibus law,” ungkap pengurus FORMAPAS se-jabodetabek, Guntur Abdul Rahman melalui rilisnya, Senin (12/10/2020) .
Menurutnya, Achmad Hatari selaku anggota DPR RI Fraksi Nasdem yang menempati posisi Wakil Ketua komisi XI seharusnya melakukan pencerahan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat dan mahasiswa, bukannya asal menuduh dan menyampaikan pernyataan yang kontradiktif.
“Bahwa yang disampaikan Achmad Hatari adalah bagian dari dukungan partainya sendiri. Dan ucapan aksi bayaran adalah bagian dari ketidakwarasan anggota DPR RI,” tegasnya.
Pengurus FORMAPAS Se-jabodetabeka-Banten, menilai ini bagian dari gagal paham anggota DPR RI. Atas pernyataan yang menuduh aksi penolakan UU Cipta Kerja adalah aksi bayaran.
“Sebagain pengurus Formapas dan pemerhati sosial ekonomi. Kami meminta dan mengundang Achmad Hatari secara terbuka selaku komisi XI untuk berdiskusi terkait UU Omnibus Law. Sehingga yang dimaksudkan Achmad Hatari terkait dengan final UU Cipta Kerja itu seperti apa,” tantangnya.
Tudingan Achmad Hatari dinilai tidak berdasar karena belum dibuktikan, sehingga dapat mengarah kepada perbuatan fitnah yang melukai hati kaum buruh dan mahasiswa, yang dengan sungguh sungguh memperjuangkan nasib bangsa kedepan.
“Menurut kami, angggota DPR RI seperti ini tidak patut dicontohi oleh mahasiswa dan masyarakat lainnya. Karena pernyataannya tidak sesuai dengan bukti bukti dan fakta di lapangan,” pungkasnya. (∆)