SOFIFI, AM.com-Ternyata ada 14 item kegiatan yang tidak bisa dilakukan tender dari total 331 item kegiatan yang telah ditender dengan pagu anggaran Rp 530 Miliar.
Batalnya proses lelanh 14 item kegiatan ini, lantaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara masih memakai lebel Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap kegiatan yang dikerjakan. Dari masalah tersebut, sehingga Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Pemrov terancam harus berhutang Rp 19 miliar di Tahun 2020.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku Utara, Muhaimin Syarif usai dari evaluasi komisi terhadap tiga SKPD, Selasa (21/1/2020) mengatakan, agenda yang dilakukan terkait dengan evaluasi komisi tentang Unit Layanan Pengadaan (ULP) Tahun 2019. Namun, dari keterangan yang diusulakn oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Lingkup Pemeritah Provinsi sebanyak 14 kegiatan yang tidak dilakukan tender dengan anggaran Rp 9,3 Miliar, sedangkan kegiatan yang sudah dilakukan tender sebanyak 331 dengan nominal anggaran Rp 530 Miliar.
“Alasan tidak dilakukan tender, karena terkendala dengan sumber pendapatan seperti Dana Bagi Hasil (DBH) Provinsi dan Dana Alokasi Umum (DAU),”ungkapnya.
Kata dia, 14 kegiatan yang tidak dilakukan tender ini tidak bisa dimasukan dalam anggaran 2020 karena kegiatan tersebut sudah selesai di Tahun 2019. Masalah ini juga ada di SKPD karena mereka tidak mengirimkan RPP ke ULP, sehingga ULP tidak berani melakukan tender.
“Kegiatan yang berleber DBH kebanyakan tidak bisa ditender, buktinya ada 14 kegiatan yang tidak bisa dikerjakan,”ucapnya.
Olehnya itu, lanjut dia, akan dilakukan jalur koordinasi dengan Badan Pengelolaan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemrov, untuk bisa mencari solusi terkait dengan pemerlakuan DBH dalam kegiatan Fisik.
“Kami akan tanyakan apakah DBH ini Tahun depan bisa dipasang lagi dalam kegiatan tersebut atau tidak, sebab hal ini sangat berpengaruh terhadap SKPD,”tuturnya.
Dia menjelaskan, dalam proses tender seharusnya, awalnya sudah ada SPD dari Keuangan. Kalau dilihat dalam prosedur untuk memakai anggaran DBH pastinya ada keterlambatan, dengan demikian kinerja SKPD juga terlambat, dan jikalau dipaksakan tidak bisa diselesaikan. Lanjut dia, 14 kegiatan ini bisa dilakukan tender kembali jikalau anggarannya masuk dalam badan APBD Tahun Anggaran 2020.
Dia mengaku, kegiatan yang memakai anggaran DBH ini karena awalnya, mantan Sekretaris Pemrov Bambang Selang berfikir utang pemrov masih banyak di Tahun 2017-2018 sehingga sebagian kegiatan memakai anggaran DBH.
Namun, Sekrang ini anggaran Pemrov sudah mulai normal, berarti kegiatan yang masih memakai DBH lebih baik dihindarkan, berarti tidak ada alasan bagi Pemrov untuk memasukan kegiatan memakai sumber anggaran DBH.
“Kalau kita masih pakai konsep seperti ini, berarti berdampak kepada masyarakat, kan kasihan ada beberapa kegiatan yang diusulkan oleh Pokok Pikiran DPRD tidak bisa dilakukan,”ujarnya.
Namun, keterangan dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) bahwa, kegiatan yang dilakukan tender sudah rampung 100 persen, akan tetapi Dewan Provinsi (Deprov) tidak serta merta meyakinkan keterangan dari Disperkim.
“Kami akan melakukan pantauan di setiap kegiatan yang dikerjakan oleh Perkim agar bisa diketahui keterangan dari Diperkim betul atau tidak,”ragunya. Dia mengaku, kegiatan Disperkim memang sudah selesai 100 persen, tetapi data yang didapatkan ada Rp 19 Miliar belum terealisasi, berarti ada utang di Tahun 2020.
Sedangkan di PUPR Malut ada lima kegiatan yang belum diselesaikan, tetapi ada penambahan waktu 50 hari kerja. Kegiatan ini berada pada jalan Payahe-Daipodo, Jembatan Akesamo, dan ada juga tiga kegiatan jalan yang belum diselesaikan. Dan waktu ini sudah diperhitungkan oleh BPK.
“Kemudian di Dinas Perhubungan, ada 5 Kegiatan yang tidak bisa jalan yaitu, Pelabuhan dinica, Pelabuhan Tikong, dan reviu desain Halmahera Timur, serta satu Pelabuhan disekitaran Sofifi, karena kegiatan ini memakai lebel DBH,”pungkasnya.