Reporter : Dirman Umanailo
TERNATE, AM.com-Proses penegakkan hukum di kabupaten Kapulauan Sula (Kepsul) jauh dari azas legalitas, apalagi equality before the law, lantaran ada dugaan ‘konspirasi politik’ yang menunggangi jalannya supremasi hukum di daerah yang baru berkembang ini.
Lihat saja, kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di tahun 2017 terkait dengan pungutan liar (pungut) yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintah kabupaten Kepulauan Sula. Namun, kasus yang ditangani oleh Polres Kepsul ini belum juga diselesaikan, meskipun sudah ada penetatapan tersangka. Parahnya lagi, Polres Sula menangkan praperadilan yang diajukan salah satu tersangka di Pengadilan Negeri (PN) Labuha.
Mirisnya, proses penyidikan dan berkas perkara masih “berkarat” di meja penyidik dengan dalih masih melengkapi petunjuk jaksa (P-19).
Bolak baliknya berkas perkara antara penyidik dan jaksa membuat Himpunan Pelajar Mahasiswa Sula (HPMS) Cabang Ternate menduga ada ‘konspirasi’ yang sengaja dilakukan sehingga kasus ini tidak dapat ditingkatkan sampai ke penuntutan di pengadilan.
Diketahui, bahwa para tersangka kasus OTT diantaranya , MI alias Maun sebagai Kepala Dinas Perhubungan, IK alias Ikram sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang dan Kawasan Pemukiman, YF alias Yusman sebagai Kabid Laut dan Udara Dishub, MA alias Ari sebagai Kasubag Keuangan Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang dan Kawasan Pemukiman, L alias Ledy sebagai Bendahara Dishub, YU alias Yeti sebagai Staf Sekretariat DPRD, dan YK alias Yukir sebagai Anggota DPRD.
Kapolda Maluku Utara, Brigjen Pol Suroto saat di konfirmasi oleh wartawan pada Kamis (14/8) mengaku, berkas perkara sudah 8 kali di kembalikan oleh Kejaksaan. Sedangkan, sudah di perbaiki, tetapi sama saja di kembalikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Menurut kami sudah cukup. Karena tugas kepolisian itu melakukan penyidikan dan Jaksa tugasnya tugasnya di teliti untuk dilakukan perampungan, agar bisa melakukan penuntutan ke pengadilan,”ungkap Kapolda.
Kata Kapolda, pekerjaan Polisi juga terbatas sebab, masih ada pihak lain untuk di periksa berkas tersebut.
“Kami sudah bekerja, dan berkasnya telah di limpahkan ke Jaksa. Dan kami sudah bulak balik (Polres Kepsul) tapi sama saja. Jadi tidak ada alasan Polisi menunda kasus itu. Buktinya, kita kirim ko, dan kita kerja,”tandasnya.
Sebelumnya, Ketua HPMS Cabang Ternate Armin Soamole mengatakan, dalam penangkapan tersangka itu terkait dengan temuan BPK atas Laporan Hasil Penghitungan (LHP) 2016. Hasil temuan itu ditindaklanjuti dengan pembentukan pansus. Namun, diketahui rapat pansus bukan di Kantor DPRD Kepsul melainkan di rumah oknum anggota DPRD.
Sambung dia, dalam pertemuan gelapnya, Pansus meminta mahar kepada sejumlah SKPD yang masuk dalam temuan. Tetapi rencana mereka gagal saat pihak kepolisian melakukan penengkapan, dan di tahan sesuai dengan surat perintah penahanan masing-masing tersangka yakni, IK nomor: SP HAN/37/VIi/2017/Reskrim, MI nomor: SP HAN/38/VII/ 2017/Reskrim, YF nomor: SP HAN/39/VII/2017/Reskrim, MA nomor: SP HAN/340/VII/ 2017/Reskrim, L nomor: SP HAN/41/VII/2017/Reskrim, dan tersangka YU nomor: SP HAN/42/VII/2017/Reskrim, tertanggal 14 Juli 2017 Polres Kepulauan Sula.
Dikatakan, berjalannya waktu, HPMS menduga ada konspirasi politik atau pula bisa juga kami menduga ‘kong kali kong’ i dalamnya saat para tersangka dibebaskan. Apalgi berkas perkara sudah 8 kali dikembalikan oleh JPU. Bukan saja itu, bahkan Kejati juga mengundang kedua jaksa dan penyidik untuk menggelar kasus tersebut di Kejati. Tetapi hasilnya tetap saja nihil.
“Kami menduga ada permainan di dalamnya, atau tersangka dijadikan ATM oleh penegag Hukum. Karena kasus OTT dari tahun 2017 sampai saat ini belum di selesaikan. Dan terlihat Goib, karena berkas perkara sudah 8 kali di kembalikan,”pungkasnya.