Reporter: Dirman Umanailo
TERNATE, AM.com – Polimik terkait dengan perizinan tambang pasir besi yang ada di Pulau Morotai, yang akan beroprasi masih menjadi masalah antra Bupati Morotai, Beny Laos dan warga Morotai, terutama Morotai Utara Dan Morotai Jaya. Karena masyarakat dengan tegas menolak pasir Besi di tujuh Desa yaknj Tanjung Gorango, Korago, Lusuo, Towara, korugo, Pangeo dan Loleo.
Ketua PB Himpunana Pelajar Mahasiswa Moro Maku Utara (Hippmamoro Malut) Muhammad Albar kepada wartawan, Rabu 919/12/2018) mengatakan, secara institusi menyangkan sikap Bupati Beny Laos, ketika masalah ini menjadi beban bagi para kepala Desa yang mengikuti sidang AMDAL, sedangkan masalah ini keputusannya berada di tangan Bupati bukan di tangan Kepala Desa.
“Ini kan aneh bin ajaib masa seorang pemimpin tidak mengambil sikap dengan kondisi daerah, malahan diperhadapkan dengan berbagai masalah yang ada di Morotai. Namun dengan kondisi seperti ini bupati pura-pura diam dan tidak tahu, lalu disalahkan ke Kades,” ungkapnya.
Jika Bupati tidak menghiraukan itu, lanjutnya, yang di butuhkan sikap Pemda Dan DPRD Morotai Untuk Menolok terkait dengan tambang pasir besi, karena ini demi rakyat di Morotai, jika DPRD tidak menghiraukan itu berarti rakyat Morotai akan sengsara dalam ruang hidup di kemudian hari. Apalagi, tambang bisa merusak alam yang ada di morotai.
“Morotai bukan terkenal dengan Tambang Pasir Besi tapi terkenal dengan wisata, jika hal ini akan dilakukan maka wisata dan alam kita akan hancur. Dan yang merasakan dampaknya itu masyarakat Morkai bukan pejabatnya,” ujarnya.
Dikatakan lagi, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat jangan diam di tempat harus mempunyai cara untuk melihat masyarakat yang sedang kesulitan, sebab Dewan adalah penyambung aspirasi rakyat. Supaya jeritan rakyat bisa terlindungi dengan kemampuan Dewan yang ada di Morotai.
“Jika Dewan tidak menyuarakan ini, kita mau mengadu pada siapa, sedangkan Bupati saja menyalahkan Kades lalu sengaja tidak tahu masalah itu, padahal menjadi selrang pemimpin harus melindungi rakyatnya,” katanya.
Dia juga mengklarifikasi pertemuan pada Tangal 30 November 2018 lalu, dalam sidang Amdal dan dihadiri beberapa tokoh masyarakat, 12 Kepala desa yaitu Pangeo, Gorugo Towara, Loleo, Libano, Cempaka Korago, Lusuo, dan ketua BPD Bere-bere Kecil. Selaku organisasi pengayuban atas nama Himpunana Pelajar Mahasiswa Moro Maku Utara (Hippmamoro Malut) juga menghadiri sidang tersebut.
Dalam sidang itu lanjut dia, tidak ada satu pun Kepala Desa yang setuju, hanya saja ada yang memainkan isu bahwa kepala Desa setuju dalam persidangan tersebut. Padahal itu hanyalah isu belaka yang dimainkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab atas tempat kelahirannya sendiri.
“Itu fitnah ketika kepala Desa katakan setuju dalam persidangan, karena Kami juga terlibat dan mengikuti Sidang tersebut Dengan Menyatakan Sikap Tetap Menolak, yang Namanya Dua Perusahaan Tambang pasir PT KAK, PT AAP yang Masuk di Morotai,” ucapnya.
Sebab, dalam pengkajian dampaknya sangat besar yaitu akan Membawa dampak negatif yang luar biasa baik dari sisi sosial, budaya, ekonomi, lingkungan dan sebagainya.
“Dalam kajian Amdal Juga Aada aturan yang bertentangan, sehingga kami menolak investasi pertambangan yang masuk di Morotai. dengan satu sikap kami tetap menolak apapun bentuknya, biarpun taruhannya adalah nyawa tetap kami lawan,” tegasnya. (*)