Oleh: Ketua Masjid Almunawar, Muchsin Saleh Abubakar SH,MH
Memperingati hari lahir NabiMuhammad SAW atau biasa disebut sebagai Maulid Nabi telah menjadi tradisi bagiumat Islam di Indonesia khususnya Kota Ternate. Peringatan Maulid Nabi pada 12Rabiul Awal menjadi momen untuk membangkitkan dan menjaga semangat Nabi dalamdiri umat.
Kendati sudah begitu, tetapi ada yang bertanya, Kenapa maulid nabi selalu diperingati? Sementara kondisi ummat selalu jauh dari nilai-nilai hakikih dalam perjuangan sirah Nabi Muhammad SAW?
Pertanyaan ini, bisa dijawab dengan narasi sederhana yakni kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Dan untuk kelas kaum intelektual, kaum ninggrat atau aristokrat muslim bukan lagi pada level memperingati peristiwa maulid Nabi Muhammad, sebagaimana umumnya diperingati oleh kaum mustadafien dari RT hingga Istana Presiden, dari Almunawwar hingga masjid Istaqlal.
Maka dari itu, para ninggrat atau aristokrat yang muslim harus memecahkan revolusi peradaban dengan menegakan akhlaq peradaban Muhammad di seluruh dimensi kehidupan ini. Karena memperingati hari kelahiran baginda Nabi Muhammad hanyalah peristiwa simbolik yang memang harus dilakukan karena di sana ada media da’wah dan edukasi , makna hakikih kegembiraan kita atas kelahiran manusia mulia yang mengangkat derajat dan nilai-nilai insaniyah dan kemanusian.
Untuk memenuhi nilai-nilai itu harus sosialisasikan pada ummat mustadafien, ummat tertindas tentang mission kelahiran seorang manusia peradaban, agar ummat menjadi kuat dan bangkit serta meresonansi sendi-sendi kehidupan dengan bersandar pada moralitas Agama.
Tapi sisi terpenting dari tugas para ninggrat dan aristokrat muslim ialah menginternalisasi karakter dan integritas watak profetik Muhammad menjadi sikap hidup ( life style), ummat Muhammad sehingga seluruh mission Muhammad terinstitusi menjadi postulat dan pola hidup ummat.
Olehnya itu, para aristokrat atau kaum ninggrat muslim tidak boleh mengisolir diri menjadi kelompok yang ekslusif yang jauh dari hingar bingar sosial, jauh dari pergumulan kaum mustadafien yang hina dan dina. Kaum aristokrat atau para ninggrat dan kaum terpelajar muslim membuka diri dari isolasi elitisme, (membuka jas dan mencopot dasi) keluar dari kemewahan dan melakukan tugas pembebasan keterpurukan akhlak dengan menembus relung relung sosial, untuk mengangkat martabat dan kehormatan ummat mustadafien, dari keterpurukan dan ketertindasan dan kebodohan yg terstruktur akibat dari salah mengatur (regulasi abal abal).
Tugas pembebasan Umat mustadafien yang tersesat misal di ruang perjudian, pelacuran, hamar, riba, narkoba sogok, maling, tipu menipu, begal membegal, merampok dan bersekutu dlm berbagai tindak kejahatan, hasut, permufakatan jahat, dan adu domba serta berbagai prilaku primitif lainnya. Realitas sosial mustadafien itu telah menjadi corak dan warna sosial yang menonjol yang merenggut keseluruhan tataran adat istiadat dan pola hidup kaum mustadafien.
Kaum intelektual muslim, bagi kaum aristokrat atau para ninggrat dan kaum terpelajar ulama, pejabat, penguasa harus punya keberanian dan langkah kongkrit dlm mentranformasikan misi ini untuk bergandeng tangan bukan dengan sikap jalan sendiri sendiri dan menganggap diri paling berkuasa dan berhak dengan sikap otoriternya. untuk itu diperlukan cara pandang dengan menggunakan kacamata tembus pandang sehingga transparan dlm menyoroti problematika ummat.
Sehingga, tidak ada hambatan dlm membaca peta dan potret kaum mustadafien secara transparan. Dengan begitu tidak ada jarak lagi yang memisahkan antara kaum intelektual, ulama ninggrat, aristokrat, dan umat mustadafien.
Esensi dari Argumen yang proporsionalitas yaitu tugas kaum intelektual muslim dan para ulama, pejabat dalam kategori sosial sebagai aristokrat dan ninggrat peradaban turun gunung membaur, melebur bergumul dan bergelut bersama kaum tertindas agar mereka turut merasakan denyut nadi penindasan yang mengancam kehidupan rakyat lemah dan tak berdayah, Muhammad melakukan pembebasan, pencerdasan serta pengadaban ummat mustadafien dengan akhlaq, uswah atau prilaku mulia.
Serta berupaya membebaskan ummat dari ketertindasan, Kemiskinan, kebodohan, serta prilaku menyimpangan lainnya, sebagai prilaku primitif. karena kondisi ini bukan merupakan hukuman takdir atau adzab, melainkan karena orang pintar, orang terdidik, orang terpelajar dan orang orang terhormat tidak menyentuh kehidupan mereka, bahkan mengisolir diri dan lari dari tanggung jawab sosial serta merampas hak hak mereka secara licik.
Sementara Nabi Muhammad setiap saat bertemu dan menyapa orang orang tertindas di masjid , surau, serta berbagai sudut kota. Muhammad hadir dengan watak dan adab kemanusiaan yang adil. Muhammad juga merasakan ketiadaan pangan, ketiadaan pakian, ketiadaan harta tetapi ia tidak miskin secara sosial, tidak miskin peradaban.
Apalagi ilmu, karena gurunya adalah jibril dan penulis naskahnya adalah Allah jalla jalaluh. Ia sosok manusia sempurnah hadir untuk rahmat bagi alam semesta, di era milinial ini, banyak kita terbeli dan tergadai oleh jabatan singgasana harta dan janji kedudukan, yang seolah-olah menjadi harta keturunan dalam dinasti yang takut susah dan dikalahkan dalam setiap perhelatan ,sehingga jika potret Muhammad SAW tidak diabadikan dalam segala dimensi kehidupan fana ini, maka dapat dipastikan kita akan menjadi manusia rakus, ambisi, mengambil hak-hak orang yang terdzolimi. Tanpa tak sadar mereka akan menjadi menyeret firaun-firaun gaya milenial.
Tahukah kita pesan baginda nabi bahwa sebaik baiknya manusia ialah manusia yang berguna bagi manusia lainya. karena hadist ini punya hubunga erat dalam kalam Allah yaitu, “tidaklah kami turunkan engkau wahai muhammad melainkan sebagai pembawa rahmat bagi sekalian alam.”
Jadi kalau manusia tidak merasa berguna bagi manusia lainnya, maka ia ibarat mayat yang bernyawa.
semoga syafaat selalu menanti kita di syurga Raiyan. Amin.selamat miladurrasul habibana Muhammad Saw.1440 H. Kelak Diyaumil Qiamah Rasullullah tersenyum melihat wajah kita meski dalam kegelapan.