Reporter : Maulud Rasai
MOROTAI, AM.com–Universitas Pasifik (Unipas) telah mengendus adanya dugaan praktek Pungutan Liar (Pungli) yang dilakukan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Pulau Morotai, Muhammad M. Kharie kepada Abdi Sipil Negara (ASN) yang mengajukan pindah tugas sebesar Rp30 juta dengan dalih denda pindahan.
Terendusnya dugaan Pungli ini, dikecam dekan fakultas ilmu sosial dan politik Unipas, Parto Sumtaki. Kepada wartawan, ia menegaskan kebijakan Pemda Pulau Morotai dengan meminta mahar Rp30 juta kepada ASN yang pindah sebagai bentuk denda itu sangat tidak etis, karena cara yang digunakan Pemda itu hanya bakal mempermudah ASN untuk pindah dari Morotai.
“Bagi saya tidak etis, dalam pandangan lingkungan birokrasi, karena itu sama halnya dengan Pungutan Liar (Pungli),”kata Parto saat ditemui di gedung rektorat, Selasa (18/09/2018).
Menurutnya, Pemda Pulau Morotai bisa melakukan hal tersebut jika dasar hukum yang digunakan Pemda jelas, palingvtudak denda pindahan ASN itu diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) atau Peraturan Daerah (Perda).
Misalnya Perbup yang mengantur ASN itu diperbolehkan pindah seperti yang disebut Sekda. “Yang namanya pengelolaan birokrasi itu ada aturan mainnya, mereka yang mau pindah harus penuhi syarat-syarat yang sudah diatur dalam perundang-Undangan (UU), “cetusnya.
Tidak hanya itu, alumni UMMU Ternate itu juga menyebutkan kelalaian Pemda Morotai memberikan izin pindah ASN yang hanya beralasan pindah tugas karena ikut suami. Ini tentu bertentangan dengan UU yang berlaku, dimana ASN diperbolehkan pindah minimal sudah mengabdi selama 10 (sepuluh) tahun ditempat tugas asalnya.
“Jika Pemda terapkan aturan dengan hanya menyerahkan denda uang sebesar Rp30 juta, maka saya pastikan ASN akan rame-rame pindah ke luar Morotai, jangan jadikan Morotai sebagai transit untuk mendapatkan pekerjaan kemudian pindah begitu saja,”tandasnya, sembari berharap Pemda harus lebih memperketat aturan agar ASN tak lagi mudah untuk pindah.