Oleh : Medita Ivanni, SP
Mahasiswi Magister Sains Agribisnis IPB
Impor Beras Jilid I
Tahun 2017 merupakan tahun yang sibuk bagi Kementerian Pertanian. Sepanjang tahun tersebut Kementan telah memproduksi beras sebesar 40,5 juta ton atau surplus sekitar 10,5 – 16,5 juta ton dari tahun sebelumnya.
Produksi ini sendiri masih belum berhenti sampai disini, stok beras akan terus bertambah dari hasil panen petani pada bulan Januari 2018 sebanyak 2,8 juta ton, selanjutnya pada bulan Februari produksi beras mencapai 5,4 juta ton, puncak surplus beras terjadi bulan Maret yaitu sebesar 7,4 juta ton. Jika diakumulasi konsumsi dari triwulan pertama mencapai 2-2,5 juta ton per bulan dan masih akan terus berlanjut.
Berdasarkan data tersebut, seharusnya tidak ada pernyataan yang menyatakan bahwa Indonesia masih kekurangan stok beras, BULOG memiliki stok sebanyak 900 ribu ton beras, namun yang terjadi malah pemerintah mengeluarkan kebijakan impor sebanyak 500 ribu ton pada awal tahun 2018. Akibat yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut adalah terjadinya lonjakan harga beras pada awal tahun 2018. Pedagang pasar mengantisipasi lemahnya pasokan beras dan tersendatnya beberapa jalur distribusi dari daerah, sehingga mereka menaikkan harga beras. Harga beras medium pada bulan November 2017 di pasar tradisional DKI Jakarta berkisar Rp. 10.749 per kilogram, harga tersebut lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh kementerian Perdagangan yaitu sebesar Rp 9.450 hingga Rp 10.250 per kilogram.
Impor Beras Jilid II
Laporan yang dirilis oleh OMBUDSMAN RI terkait beberapa point mal administrasi yang dilakukan kementerian perdagangan saat mengeluarkan izin impor di awal tahun 2018 ternyata tidak mempengaruhi pemerintah untuk berhenti melakukan impor beras, memasuki bulan Mei 2018 pemerintah kembali mengeluarkan izin atas impor beras sebesar 500.000 ton untuk memenuhi kebutuhan dipertengahan tahun dan mengantisipasi lonjakan harga menjelang lebaran Idul Fitri, artinya dalam setengah tahun terakhir pemerintah sudah mengeluarkan izin impor beras sebesar 1 juta ton yang di datangkan dari Vietnam dan Thailand.
Tingginya kuota impor beras tersebut menunjukkan bahwa pemerintah belum siap untuk mewujudkan swasembada pangan terkhusus pada komoditi beras, padahal sebesar 97% penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan kebutuhan pokok menurut Badan Ketahan Pangan.
Merujuk pada data Pusat Informasi Harga Pangan Nasional, tanggal 25 Mei 2018 harga komoditi beras premium di pasar DKI Jakarta masih menyentuh Rp.13.000, artinya impor beras juga belum begitu mampu menekan harga beras secara signifikan.
Kegagalan Swasembada
Jika merujuk pada janji presiden pada saat kampanye tahun 2014 yang lalu ada point penting tentang penanganan impor yang harus diatasi yaitu akan adanya penyusunan kebijakan pengendalian atas impor pangan melalui pemberantasan terhadap mafia impor yang sekedar mencari keuntungan pribadi/kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan pangan nasional dan pengembangan ekspor pertanian berbasis pengolahan pertanian dalam negeri.
Dalam hal ini Mentan menyampaikan ke publik bahwa kita surplus beras, akan tetapi dengan melihat data yang ada, tepatkah kebijakan impor di tengah surplus beras? Kondisi ini memberikan kesimpulan bahwa adanya surplus beras tetapi harga beras diawal tahun yang begitu cepat merangkak naik. Hal ini bertolak belakang dengan statement awal Mentan.
Mengembalikan Kepercayaan Petani
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Selama Januari 2018, rata-rata harga GKP di tingkat petani mencapai Rp 5.415 per kilogram dan di tingkat penggililingan Rp 5.508 per kilogram atau naik 8,41 persen. Rata-rata harga GKG di petani mencapai Rp 6.002 per kilogram atau naik 7,07 persen dan di tingkat penggilingan Rp 6.099 per kilogram atau naik 7,21 persen. Harga gabah kualitas rendah di tingkat petani mencapai Rp 4.922 per kilogram, naik 8,56 persen. Adapun harga di tingkat penggilingan mencapai Rp 5.011 per kilogram atau naik 8,57 persen, terjadi penurunan Untuk perkembangan harga gabah per Maret 2018. Untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani turun 8,65% menjadi Rp 4.757 per kg, di tingkat penggilingan juga turun 8,67% menjadi Rp 4.845 per kg, sedangkan gabah kering giling (GKG) di tingkat petani turun 8,71% menjadi Rp 5.442 per kg, dan GKG di tingkat penggilingan juga turun 8,85% menjadi Rp 5.555 per kg.
Impor beras saat pemerintah mengklaim swasembada beras itu kurang tepat. Pasalnya, masyarakat sudah menyaksikan sendiri pernyataan pemerintah. Inkonsistensi antara menteri pertanian dan menteri perdagangan dinilai sebagai kurangnya koordinasi. Di saat menteri pertanian gembar-gembor swasembada, di saat itu pula stok beras dikatakan menipis dan harus segera mengimpor.
Seharusnya, potensi hasil panen dapat dikonfirmasi keberadaan stok, arus stok serta tingkat sebaran stok beras di seluruh daerah. Dengan memanfaatkan stok tersebut maka akan mengembalikan gairah serta peningkatan minat petani dalam menghasilkan stok yang lebih banyak lagi sehingga di masa yang akan datang Indonesia memiliki cadangan pangan yang cukup dan Indonesia bisa menghentikan impor sesegera mungkin.