Reporter : BL. Mayabubun
JAKARTA, AM.com–Menghadiri dialog nasional yang dilaksanakan Sawit Watch dan Sahabat Kelapa Indonesia tentang pontensi pengembangan pembangunan dua komoditas yakni kelapa dan sawit, bupati kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) Hendrata Thes memaparkan berbagai keunggulan sektor pertanian, di Morrissey Hotel, Jalan K.H. Wahid Hasyim No.70, Gondangdia, RT.7/RW.5, Menteng, Jakarta Pusat, Jakarta 10340, Senin (02/04/2018).
Dalam Dialog nasional ini, juga dihadiri bupati Gorontalo, Nelson Pomalingo, bupati Buol, Amirudin Rauf, wakil bupati, Tanjung Jabung Timur H. Robby Nahliansyah.
Bupati Hendrata, menyampaikan bahwa dialog yang dilakukan tersebut penting untuk diikuti agar mendapat masukan terkait dengan dengan manfaat pengembangan komuditas kepala dari berbagai daerah. “Kelapa saat ini merupakan komunitas unggulan di kabupaten Kepulauan Sula, saat ini kira-kira sudah dihadapkan pada persoalan produksi kelapa yang makin menurun. Untuk itu kedepan kami akan mengganti variates kelapa dengan variates unggulan yang produksi-nya akan lebih menguntungkan petani dan mendorong petani kelapa untuk lebih Pro aktif dalam mengembankan kelapa sebagai produk unggulan sula,”ungkap Hendrata kepada www.aspirasimalut.com.
Dia menjelaskan, tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu komoditas strategis yang berperan dalam kehidupan masyarakat, karena bagian tanaman kelapa dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budidaya. Luas tanaman kelapa di Indonesia pada tahun 2016 sekitar 3,6 juta hektar dengan produksi 3,2 juta setara kopra, dimana lebih dari 98% diusahakan oleh perkebunan rakyat yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Sehingga itu, menurutnya, sebagai salah satu daerah yang memiliki luasan lahan pertanian provinsi Maluku Utara merupakan salah satu daerah penyebaran kelapa yang cukup luas di Indonesia. “Luas areal tanaman kelapa di Provinsi Maluku Utara sekitar 227.574 hektar dengan produksi kopra 260.697 Ton pada tahun 2012,”ujarnya sembari menyebutkan data (Regional investmen.bkpm.go.id, tahun 2015).
Penyebaran terluas tanaman kelapa di Propinsi Maluku Utara, kata Bupati, hanya terkonsentrasi pada 4 (empat) kabupaten dengan luas pertanaman kelapa rata-rata diatas tiga puluh ribu hektar. “Kabupaten Kepulauan Sula dengan luasan 30.596 ha,”jelasnya.
Kabupaten Kepulauan Sula, lanjut dia, bahwa luas areal kelapa di provinsi Maluku Utara, yaitu sekitar 30.596 ha, ternyata sebagian besar tanaman kelapa sudah tua, berumur di atas 70 tahun, dan produktivitas kelapanya telah menurun, sehingga produksi kelapa rendah. “Untuk itu perlu segera diremajakan agar produksi dan produktivitas tanaman kelapa di Kabupaten Kepulauan Sula dapat meningkat ke depan. Kebutuhan benih kelapa unggul harus menggunakan benih bersertifkat dan berlabel, sesuai Permentan 50 tahun 2015,”terangnya.
Dikatakan pula, benih yang bisa disertifikasi untuk diberi label adalah benih kelapa yang bersumber dari varietas kelapa yang telah dilepas, dan atau dari Blok Penghasil Tinggi (BPT) yang telah ditetapkan sumber benih dari Pohon Induk Terpilih (PIT). Selain itu, disebutkan pula, bahwa salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih bermutu secara memadai dan berkesinambungan dalam rangka mendukung program peremajaan dan pengembangan komoditas kelapa di Kabupaten Kepulauan Sula maka Dinas Pertanian Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Palma.
“Untuk melakukan penilaian dan penetapan Blok Penghasil Tinggi (BPT) Kelapa Dalam yang akan dilanjutkan dengan Penetapan Pohon Induk Kelapa (PIK) sebagai sumber benih kelapa Dalam,”imbuhnya.
Orang nomor satu di Kepsul itu berharap, dengan adanya Blok Penghasil Tinggi kelapa Dalam pada lokasi peremajaan maupun pengembangan kelapa, akan dapat membantu pemerintah untuk mencapai tujuan pengembangan dan peremajaan perkebunan khususnya tanaman kelapa. “Keuntungan yang dapat diperoleh dengan tersedianya sumber benih di setiap lokasi diantaranya adalah biaya angkut lebih murah, dan tanaman kelapa sudah beradaptasi lama dengan kondisi tanah dan iklim setempat,”harapnya.
Sementara itu, Ketua Sahabat Kelapa Indonesia, M. Simpala menuturkan saat ini, perkebunan sawit di Indonesia mencapai seluas 18,99 juta Ha (data Sawit Watch, 2018). “Tetapi, bila kita tengok ke belakang, perkebunan kelapa rakyat telah ada sejak ratusan tahun lalu. Kontribusi kelapa dalam sejarah perjalanan bangsa tidak sedikit. Hingga kini sekitar 7 juta petani menggantungkan hidupnya dari kelapa,”ungkap M. Simpala.
Dijelaskan pula, secara garis besar terdapat dua model pengembangan perkebunan di Indonesia yang berlangsung sejak jaman kolonial hingga saat ini. Pertama, pengembangan perkebunan skala besar yang dilakukan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Kedua, pengembangan perkebunan skala kecil yang dilakukan oleh petani berkat kejelian melihat peluang pasar.
“Berkenaan hal tersebut, Sawit Watch dan Sahabat Kelapa Indonesia melihat penting untuk membandingkan pengembangan pembangunan dua komoditas yakni kelapa dan sawit lewat dialog nasional dengan beberapa pihak yakni pemerintah lokal dan organisasi masyarakat sipil, dalam menjelaskan kondisi terkini pengembangan pembangunan dua komoditas tersebut,”ungkapnya.
Sekadar dikethui pula, dalam dialog nasional ini juga dihadiri dari lintas profesi baik Pemerintah Daerah (Pemda), LIPI, WALHI, MEDIA, IHCS, JKLPK.