Reporter : Budiman L. Mayabubun
SANANA, AM.com–Setiap daerah memiliki cara dan strategi tersendiri dalam meningkatkan Pendapatan Daerah, dengan tidak mengabaikan struktur hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesai (NKRI). Bahkan, Pemerintah Daerah (Pemda) harus menyiapkan payung hukum sebagai legalitas formal pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), baik itu kepada perorangan, Firma (Fa), Commanditaire Vennootschap (CV), Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan sebagainya, dengan tetap mengacu pada Undang–Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Akan tetapi, berbeda dengan Daerah Otonomi Baru (DOB) kabupaten Pulau Taliabu yang dimekarkan berdasarkan Undang Undang nomor 60 tahun 2013 tentang pembentukan pemekaran Kabupaten Pulau Taliabu untuk mengurus pemerintahannya sendiri, sebagaimana dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Mirisnya dan memalukan, setelah menjadi pemerintahan sendiri dan memiliki Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) yang otonom, Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten Pulau Taliabu dalam melegalkan pedagangan Minuman Keras (Miras) dan Tempat Huburan Malam (Caffee) menggunakan Peraturan Daerah (Perda) kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) nomor 5 tahun 2011 tentang Minuman Beralkahol menjadi legalitas hukum untuk mengeluarkan SIUP beberaoa tempat hiburan malam di Desa Bobong, kecamatan Taliabu Barat.
Menanggapi hal tersebut, seperti diberitakan oleh media Online, Kapala Bagian (Kabag) Humas dan Kerja Sama Media Setda Kepsul Basaludin Labesi kepada www.aspirasimalut.com menegaskan, penggunaan Perda nomor 05 oleh Pemda Pulau Taliabu sebagai payung hukum pemberian SIUP kepada beberapa pengusaha tempat hiburan malam dan menarik retribusi sebagai pendapatan daerah sungguh disayangkan.
“Kita ketahui bersama bahwa kabupaten Pulau Taliabu lahir menjadi DOB dari Kabupaten Kepsul, sejak tahun 2013 lalu dan pada tahun 2015 lalu Pemda Taliabu telah menjadi pemerintah yang definitif. Semestinya dalam kurun waktu tersebut Pemda Taliabu sudah memiliki Perda tentang Pajak dan Retribusi maupun Perda tentang minuman beralkohol,”tukasnya.
Dengan begitu, Dia meminta kepada Pemda Taliabu agar segera meluruskan persoalan ini sebagaimana diberitakan oleh media online. “Kami menolak penggunaan Perda yang klafisikasi pemberlakuannya hanya di wilayah Pemda Sula saja. Jadi tidak diperbolehkan Perda kami masih digunakan oleh mereka. Karena Pemda Taliabu saat ini sudah definitif,”tegasnya.
Meski begitu, Ia berharap agar instnasi terkait dapat berkoordinasi sehingga persoalan tersebut dapat diselesaikan. “Untuk itu kami harapkan pada instansi terkait agar segera berkoordnasi dan segera meluruskan persoalan ini,”pintanya.
Sementara itu, bupati Kabupaten Kepulauan Sula Hendrata Thes saat dikonfirmasi reporter media, dengan tegas menyampaikan bahwa apa yang dilakukan Pemda Taliabu telah meloanggar kode etik pemerintahan. Mestinya, ada jalur koordinasi, meski Pulau Taliabu bagian dari pemekaran Kabupaten Kepulauan Sula.
“Saya selaku bupati sudah perintahkan para Kadis segera bertindak. Seharusnya Pemkab Taliabu lebih paham karena mereka sudah bukan kabupaten transisi tapi definitive,”tukasnya.
Lebih jauh, Ia menyampaikan seharusnya Pemda Taliabu dapat merumuskan sendiri Perdanya maupun Peraturan Bupatu (Perbup) untuyk menjalankan pemerintahan khususnya penarikan pajak dan retribusi. “Gunakan Perda atau Perbupnya, kami akan tetap seriusi dan beri waktu kami untuk menindaklanjuti itu,,”tegasnya.
Disentil kapan akan menyurat kepada Pemda Taliabu untuk mencabut seluruh izin atau tidak menggunakan Perda nomor 5 tahun 2011 tentang Minuman Beralkahol sebagai payung hukum. Ia menuturkan, dirinya sudah memerintahkan Kadis PTTS dan KAbag Hukum Setda Kepsul untuk bertindak “Masih menunggu Kadis PTTS dan Kabag Hukum bersurat dan bertindak dulu. Selanjutnya jika tidak ada respon baru kita mabil jalur hukum lain,”pungkasnya.