AspirasiMalut.com-Lembaga Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWFP) terpaksa menghentikan sementara kegiatan mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, tempat etnis muslim minoritas Rohingya diperlakukan dengan kejam oleh pasukan pemerintah warga mayoritas Buddha. Sebab, tentara Myanmar menuding anggota UNWFP bersekongkol dengan mengirim makanan kepada pihak yang mereka sebut sebagai ‘pemberontak’ Rohingya.
Dilansir dari laman Al Jazeera, Sabtu (2/9), UNWFP terpaksa menghentikan pengiriman pasokan bantuan kepada etnis Rohingya dan Buddha karena khawatir dengan keselamatan anggota mereka di lapangan. Sebab, pasukan Myanmar mengancam mereka. Dampaknya adalah kelaparan bisa melanda etnis Rohingya yang sangat bergantung dengan bantuan, karena harta bendanya habis dijarah dan rumahnya dibakar. Namun, mereka menyangkal tuduhan dianggap pro Rohingya.
“Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah setempat secepat mungkin melanjutkan pengiriman bantuan buat semua orang yang terdampak kerusuhan,” tulis UNWFP dalam pernyataannya.
Hingga hari ini tercatat sekitar 58,600 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh menghindari pertikaian di Myanmar. Namun, mereka tidak membawa apapun dan tempat berteduhnya ala kadarnya, serta sangat mengandalkan bantuan.
Konflik antara orang Rohingya dan warga Buddha di Rakhine meletup sejak lima tahun lalu. Lantas hal itu menjadi alasan kelompok Buddha ekstrem menggalang gerakan anti-Islam.
Sekitar satu juta warga Rohingya hidup di bawah kondisi persekusi di Rakhine oleh penduduk mayoritas Buddha. Orang Rohingya selalu dianggap bukan warga negara Myanmar. Alhasil, sebagian besar dari mereka hidup melarat. Orang Rohingya semakin terdesak dan beberapa terpaksa angkat senjata.
Wilayah Maungdaw, di bagian utara Rakhine, adalah pusat konflik. Namun, dampaknya meluas ke daerah lain. Tentara Myanmar berdalih mereka menggelar operasi militer buat menumpas ‘pemberontak’. Namun, para pengungsi menyatakan serdadu Myanmar justru menyerang dan membakar perkampungan Rohingya dan menembaki warga sipil. Pemerintah Myanmar menyalahkan ‘pemberontak’ Rohingya dan pendukungnya karena terus menyulut konflik. Sedangkan orang Rohingya yang angkat senjata dengan membentuk Tentara Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) menyatakan mereka cuma membela diri dari kekejaman aparat keamanan Myanmar dan tidak hendak memberontak.
(www.merdeka.com/red-AM)