Oleh:
Fahmi Ainur Rahman
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB
Magister Sains Agribisnis
SEBULAN penuh dalam menjalankan ibadah puasa umat muslim yang taat telah merelakan kebiasaan makan siangnya dan harus mendahulukan waktu sarapannya, namun meski demikian kebanyakan setelah ramadhan usai mayoritas umat muslim di Indonesia akan mengalami kenaikan berat badan. Salah satu alasannya karena terlalu berlebih dalam mengkonsumsi bahan makanan berkarbohidrat tinggi seperti nasi.
Tahun 2017 ini saja BPS mencatat tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia perkapita sebesar 125 kg/kapita/tahun, jika dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand dan Malaysia yang tingkat konsumsi berasnya hanya sebesar 65 dan 70 kg/kapita/tahun tingkat konsumsi beras di Indonesia tentu sangatlah tinggi. Dengan tingkat konsumsi yang tinggi dan jumlah penduduk yang banyak diperkirakan tiap tahunnya total konsumsi beras untuk pangan di Indonesia mencapai 33 juta ton dan tingkat ketersediaannya sebesar 47 juta ton.
Jika hal ini memang benar adanya tentu tiap tahunnya jumlah produksi beras untuk pangan kita surplus dikisaran 14 juta ton pertahunnya, namun sayangnya banyak pihak yang sangsi terhadap keabsahan dan keakuratan data produksi padi yang dicantumkan dengan keadaan sesungguhnya dilapang, terbukti dengan masih dilakukannya impor beras sebagai cadangan pangan nasional. Tidak etislah untuk terus mengkritisi dan menyudutkan lembaga yang bertanggung jawab tanpa dukungan nyata dari kita sebagai warga negara yang baik.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah kebutuhan beras untuk pangan nasional, yakni salah satunya adalah dengan memulai dari diri kita untuk mengurangi konsumsi beras dalam bentuk asupan nasi dan meminimalisir jumlah bahan pangan yang terbuang karena tidak termakan.
Mengurangi Konsumsi Beras
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa beras merupakan bahan pangan utama di Indonesia, namun juga bukanlah hal yang tidak mungkin bagi kita untuk mampu mengurangi tingkat konsumsi beras. Dikeluarkannya Undang-Undang Pangan No 18/2012 merupakan bentuk pengaminan untuk mencapai kemandirian pangan (food resilience). Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai ditingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Yang menjadi poin penting dalam definisi kemandirian pangan diatas tidak hanya mampu memproduksi pangan didalam negeri saja, hal ini dikarenakan setiap produksi pangan dengan teknologi dan sumber daya manusia yang ada di Indonesia masih membutuhkan penggunaan lahan yang masif. Poin penting lainnya adalah dengan mengkonsumsi bahan pangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dan berkearifan lokal.
Bahan pangan berkearifan lokal dapat dikatakan sebagai bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat bukan karena berarti mencerminkan keadaan sosial ekonomi yang rendah namun sebagai bentuk dari kebiasaan dan kearifan masyarakat setempat dalam memanfaatkan potensi alam yang harmonis dan selaras, seperti halnya nasi jagung, sagu, gaplek dan lainnya. Dengan menambahkan bahan pangan berkearifan lokal dan mengurangi jumlah asupan nasi dalam pola konsumsi sehari-hari, secara langsung kita akan mampu untuk menurunkan tingkat kebutuhan beras untuk pangan nasional dan meningkatkan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat.
Seandainya sehari kita mengurangi 50 gram beras saja untuk dikonsumsi, selama setahun Indonesia mampu berhemat beras sebesar 3,6 juta ton beras. 3,6 juta ton beras itu jika diangkut dengan kontainer yang kapasitasnya 27 ton akan membutuhkan 130 ribu lebih kontainer, dan jika diangkut bersama-sama panjang semua kontainer mencapai 1600 kilometer tanpa sela antar kontainer, dan 1600 kilometer itu lebih dari 2 kali bolak balik dari ujung utara ke ujung selatan pulau Halmahera. Bisa dibayangkan?
Selain dengan menambahkan bahan pangan berkearifan lokal kita dapat sempurnakan dengan meningkatkan konsumsi terhadap sayur, buah, dan protein hewani lokal. Dengan mengkonsumsi semua bahan makanan yang berasal dari wilayah sendiri secara tidak langsung juga meningkatkan pendapatan petani dan tetap memberdayakan mereka agar tetap bertani. Dan jangan lupa pula untuk terus meningkatkan konsumsi ikan, karena Ibu Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti telah mengancam akan menenggelamkan bagi masyarakat yang tidak mau mengkonsumsi ikan.
Mengurangi Bahan Pangan yang Terbuang.
Makanan adalah berkah dari Tuhan kepada setiap makhlukNya, sungguh berdosa jika kita sebagai hambaNya menyia-nyiakan makanan yang telah dilimpahkan kepada kita dengan membuangnya. Selain berdosa, membuang makanan juga merupakan bentuk pemborosan terhadap bahan pangan yang ada, baik untuk rumah tangga ataupun secara nasional. Seperti halnya ilustrasi diatas, seandainya saja kita masyarakat Indonesia membuang 50 gram saja beras (kurang lebih sepiring nasi), dalam setahun ibarat bangsa ini telah membuang deretan 130 ribu kontainer berisi beras tersebut tanpa ada guna. Sungguh mubadzir.
Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk menghindari hal tersebut, semisal dengan mengukur kebutuhan kalori kita setiap harinya dan meminimalisir lapar mata. Dengan mengetahui kebutuhan kalori kita setiap harinya, kita dapat menentukan jumlah dan takaran untuk makanan yang akan kita konsumsi sehingga dapat terhindar dari membuang-buang bahan makanan.
Dengan memberagamkan pola konsumsi pangan mulai dari diri dan keluarga akan mampu untuk menciptakan masyarakat yang sehat, aktif dan produktif.
Selain itu dengan mengkonsumsi bahan pangan berbasis lokal akan memberikan peningkatan pendapatan dan pangsa pasar bagi petani dan pedagang setempat. Kemandirian pangan yang diharapkan dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2012 bukanlah hal yang tidak mungkin untuk terwujud, kita sebagai masyarakat Indonesia harus terus mendukung dan menyelaraskan diri agar cita-cita bangsa untuk menjadi lebih baik dan maju dapat terealisasi. Karena perubahan besar berawal dari perubahan kecil yang dilakukan bersama-sama.