TIDORE, ASPIRASIMALUT.COM– Rencana Pemerintah daerah Kota Tidore Kepulauan membuat pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) persampahan di wilayah Desa Gosale Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan selain mendapat penolakan keras dari Komisi III DPRD Tikep juga mendapat penolakan keras dari masyarakat setempat. Hal itu dikarenakan pembangunan TPA dianggap tidak layak dibangun di Desa Gosale.
Menurut Viktor selaku ketua Pemuda Gosale kepada Aspirasi Malut mengatakan bahwa kehadiran TPA di desa Gosale hanya akan mematikan mata pencaharian masyarakat Gosale yang dominannya sebagai petani, karena lokasi yang ditempatkan oleh Pemkot Tikep itu merupakan lahan perkebunan milik warga. selain itu juga kehadiaran TPA dianggap sebagai masalah baru karena hanya akan melahirkan limbah bagi masyarakat sekitar.
“Sebelumnya TPA itu ditempatkan di desa Rorio Bati Kabupaten Halbar, hanya saja mereka (Pemkot Tikep) diusir oleh Wakil Bupati Halbar karena mereka masuk di wilayah halbar itu tanpa melalui izin, sehingga mereka kemudian memindahkan lokasinya dibelakang kampung kami kami Desa Gosale yang jaraknya kurang lebih 200 meter dari perkampungan dan kantor Gubernur,” ungkapnya saat ditemui di kediamannya kemarin.
Lebih lanjut Viktor menambahkan bahwa alasan mendasar sehingga membuat masyarakat menolak atas pembangunan tersebut tidak lain hanya untuk menyelamatkan masyarakat dari dampak buruk kehadiran TPA, pasalnya penentuan tempat yang disediakan oleh pemkot tikep itu sangat tidak layak.
SARAN BERITA : 36 Orang Dinyatakan Lolos Seleksi JPT
Ironisnya kata Viktor dari target pembebasan lahan yang dicanangkan oleh pemerintah kota seluas 5 sampai 10 ha itu, terdapat dugaan makelar tanah yang menipu pemilik lahan, dimana dugaan makelar tanah dengan inisial R awalnya membeli lahan warga senilai Rp. 60 Juta, namun setelah itu dijual kembali kepada Panitia Pembebasan Lahan senilai Rp. 800 Juta dengan luas lahan sebesar 1,7 ha.
“Karena merasa dirugikan kami langsung menghentikan aksi pemerintah kota melakukan pembebasan lahan, sehingga dari target yang dicanangkan awalnya untuk tahap pertama itu 5 sampai 10 ha. Namun baru sebatas 1,7 Ha itu sudah terhenti, karena kami masyarakat telah menyatakan sikap untuk menolak dan itu dibuktikan dengan tanda tangan warga yang telah kami sampaikan ke pemerintah daerah,” jelasnya.
Melihat persoalan tersebut Koordinator Advokasi HAM, Agitasi dan Propaganda PMII Cabang Tidore Mustafa Adam kemudian angkat bicara ia mengatakan kebijakan pemerintah daerah yang melakukan pembebasan lahan di wilayah Gosale merupakan sebuah kebijakan yang menabrak aturan, sehingga perlu untuk dipidanakan sebagaimana dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Penataan Ruang.
“Prosesnya sudah berjalan, dan ini merupakan tindak pidana karena melanggar aturan. Sebab didalam RTRW pemkot Tikep tahun 2013-2033 maupun di dalam peraturan daerah (Perda) nomor 25 tahun 2013 tentang RTRW itu sudah jelas bahwa penempatan TPA itu hanya ada di dua lokasi diantaranya untuk di Pulau Tidore itu berada di Kelurahan Rum kecamatan Tidore Utara sementara di wilayah Oba itu di Desa Akekolano kecamatan Oba Utara, kenapa harus dibangun lagi di Desa Gosale,” pungkasnya.
Terpisah ketika koran ini mencoba untuk melakukan confirmasi terhadap ketua panitia pembebasan lahan yang diketahui diketuai oleh Asisten I Walikota Bidang pemerintahan Ridwan Halil, hanya saja hingga berita ini naik cetak yang bersangkutan belum dapat di confirmasim(eky)